man 3 bantul MAN 3 BANTUL

Novel "DARK ROSE" (part 2)

DARK ROSE
(bagian kedua)
Karya: Siti Aulia Chairunnisa

---

Jebakan yang Terencana
Ketika mereka tiba di ruang kepala sekolah, mereka menemukan Reagan sudah berada di sana, duduk dengan tenang di salah satu kursi. Pak Arya berdiri di belakang mejanya dengan ekspresi serius.
“Silakan duduk,” kata Pak Arya dengan nada tegas.
Fiona menatap Reagan dengan tajam. “Apa yang kau rencanakan kali ini?”
Reagan hanya tersenyum kecil. “Aku tidak merencanakan apa-apa. Aku hanya di sini untuk membersihkan namaku.”
Pak Arya menyerahkan sebuah dokumen kepada Fiona, Ruby, dan Nathan. “Kami menerima laporan bahwa kalian telah mencuri data pribadi dari komputer sekolah. Ini adalah pelanggaran serius.”
Ruby tercengang. “Apa? Itu tidak benar! Reagan yang—”
Reagan memotongnya. “Aku hanya seorang siswa biasa, Ruby. Jika kalian punya bukti, silahkan tunjukkan.”
Nathan berdiri dari kursinya, marah. “Ini semua adalah jebakan! Dia mencoba menjatuhkan kami!”
Pak Arya mengangkat tangannya untuk menghentikan mereka. “Cukup. Sampai ada bukti yang jelas, kalian semua berada dalam pengawasan sekolah. Saya tidak ingin ada lagi insiden seperti ini.”
Reagan berdiri, tersenyum puas. “Terima kasih atas pengertiannya, Pak Arya. Saya hanya ingin melanjutkan hidup saya dengan tenang.”
---
Rencana Baru
Setelah pertemuan itu, Fiona, Ruby, dan Nathan merasa semakin terpojok. Mereka tahu bahwa Reagan telah membalikkan keadaan dan membuat mereka terlihat seperti pelaku.
“Kita tidak bisa menyerah,” kata Fiona dengan suara tegas. “Reagan mungkin unggul sekarang, tapi kita masih punya flash drive itu.”
Ruby mengangguk. “Tapi kita butuh lebih banyak bukti. Sesuatu yang tidak bisa disangkal oleh siapa pun.”
Nathan tersenyum tipis. “Kalau begitu, kita harus melawan api dengan api. Kita cari tahu lebih banyak tentang The Red Circle dan hubungan Reagan dengan mereka.”
---
Di sudut sekolah, Reagan berdiri sendirian, menatap langit yang mulai gelap. Ia tahu bahwa Fiona, Ruby, dan Nathan tidak akan menyerah begitu saja.
“Tapi kalian tidak tahu siapa yang sedang kalian hadapi,” gumamnya pelan. “Permainan ini baru saja dimulai.”
Sementara itu, di tempat lain, Fiona dan teman-temannya bersiap untuk langkah berikutnya. Mereka tahu bahwa waktu tidak berpihak pada mereka, tetapi mereka juga tahu bahwa kebenaran ada di pihak mereka.
“Ini bukan hanya tentang Reagan lagi,” kata Fiona. “Ini tentang menghentikan kejahatan yang lebih besar.”
Perang yang Belum Usai
Fiona, Ruby, dan Nathan berhasil keluar dari sekolah dengan bukti baru di tangan. Namun, mereka tahu bahwa perang ini baru saja dimulai.
“Reagan tidak akan berhenti,” kata Fiona saat mereka berkumpul di luar sekolah. “Tapi kita juga tidak.”
Ruby menggenggam flash drive dengan erat. “Kita akan melawan sampai akhir.”
Nathan mengangguk. “Dan kali ini, kita akan memastikan bahwa dia tidak punya jalan keluar lagi.”
Di kejauhan, Reagan berdiri di jendela ruangannya, menatap mereka dengan tatapan dingin. Dalam hatinya, ia sudah merencanakan langkah berikutnya, sebuah rencana yang lebih berbahaya dari sebelumnya.
Mengungkap The Red Circle
Malam itu, Ruby duduk di depan laptopnya, menelusuri berbagai dokumen yang ada di flash drive. Meskipun mereka telah menemukan nama The Red Circle, belum ada informasi jelas mengenai kelompok ini.
“Kalau kelompok ini benar-benar mendukung Reagan, pasti ada jejak digital yang bisa kita temukan,” gumam Ruby sambil terus mengetik.
Di sisi lain ruangan, Fiona sedang membaca catatan Reagan yang mereka temukan sebelumnya. “Reagan terlalu percaya diri. Dia pasti meninggalkan sesuatu yang bisa kita gunakan.”
Nathan, yang sedang memeriksa dokumen-dokumen fisik, menghentikan aktivitasnya. “Kalian perhatikan ini,” katanya, menunjuk sebuah foto.
Fiona dan Ruby mendekat untuk melihat. Dalam foto itu, ada Reagan bersama dua pria dewasa yang tampak misterius. Mereka memakai jas hitam dengan pin berbentuk mawar merah di kerah mereka.
“Mereka pasti anggota The Red Circle,” ujar Ruby. “Mungkin dua orang ini adalah kunci untuk menjatuhkan Reagan.”
Fiona mengangguk. “Kita harus mencari tahu siapa mereka.”
---
Langkah Berisiko
Hari berikutnya, mereka bertiga memutuskan untuk mencari informasi lebih lanjut. Fiona menghubungi salah satu temannya, Vara Yunnezza, yang terkenal karena kemampuannya dalam mencari informasi.
“Vara, kami butuh bantuanmu,” kata Fiona setelah menjelaskan situasi.
Vara mengangkat alisnya. “Kalian melawan Reagan? Itu berbahaya. Tapi aku suka tantangan.”
Vara membawa mereka ke sebuah kafe internet di pinggiran kota. Dengan kecepatan yang luar biasa, ia mulai menelusuri jejak digital The Red Circle.
“Ada beberapa transaksi mencurigakan yang melibatkan nama Reagan,” kata Vara. “Mereka semua terkait dengan akun anonim yang digunakan untuk membeli perlengkapan mahal. Tapi ada satu nama yang muncul berulang kali: Dr. Edmund Harris.”
“Siapa dia?” tanya Nathan.
Vara mengetik lebih lanjut. “Dia seorang psikolog terkenal di kota ini. Tapi dia juga punya sejarah kontroversial—terlibat dalam penelitian eksperimen psikologis ilegal.”
Ruby menggenggam tangan Fiona. “Ini masuk akal. Reagan pasti bekerja dengan orang ini untuk mengembangkan rencana manipulatifnya.”
---
Menghadapi Bahaya
Setelah mendapatkan nama Dr. Edmund Harris, mereka memutuskan untuk mengawasi kliniknya. Malam itu, mereka pergi ke lokasi klinik yang terlihat sepi dan mencurigakan.
“Kita harus berhati-hati,” bisik Fiona. “Kita tidak tahu apa yang menunggu di dalam.”
Mereka menyelinap masuk melalui jendela yang tidak terkunci. Di dalam, ruangan itu penuh dengan alat-alat canggih dan dokumen yang tersebar di mana-mana.
“Ini seperti laboratorium rahasia,” gumam Ruby sambil memeriksa meja.
Nathan menemukan sebuah map dengan logo mawar merah di sampulnya. “Ini dia,” katanya sambil membuka map itu.
Di dalamnya, mereka menemukan daftar nama siswa, termasuk nama mereka sendiri. Ada catatan detail tentang kepribadian, kebiasaan, dan kelemahan mereka.
“Reagan sudah merencanakan semuanya sejak lama,” kata Fiona dengan suara gemetar. “Kita adalah target utamanya.”
Namun, sebelum mereka bisa melarikan diri dengan bukti tersebut, pintu ruangan terbuka, dan Dr. Edmund Harris berdiri di ambang pintu bersama Reagan.
---
Konfrontasi yang Menegangkan
“Seharusnya aku tahu kalian akan datang,” kata Reagan dengan nada santai. “Kalian terlalu mudah ditebak.”
Dr. Harris tersenyum dingin. “Kalian tidak seharusnya berada di sini. Tapi aku senang kalian datang. Aku ingin menunjukkan sesuatu.”
Reagan dan Dr. Harris membawa mereka ke ruang lain, di mana ada papan besar penuh diagram dan rencana. Di tengah papan itu, ada nama Reagan yang dikelilingi oleh panah yang mengarah ke semua orang di sekolah.
“Ini adalah peta kekuasaanku,” kata Reagan sambil tersenyum. “Semua ini sudah aku rancang sejak awal.”
Fiona menatap Reagan dengan marah. “Kau tidak akan lolos dengan ini.”
Reagan hanya tertawa. “Kalian pikir bisa menghentikanku? Aku sudah mempersiapkan segalanya. Dan kalian hanya pion di dalam permainanku.”
---
Melarikan Diri
Saat Reagan dan Dr. Harris lengah, Nathan memberikan isyarat kepada Fiona dan Ruby untuk mengambil dokumen-dokumen penting di meja. Dengan cepat, mereka menyambar map tersebut dan berlari keluar dari ruangan.
Reagan mencoba mengejar mereka, tetapi Fiona menggunakan alat-alat di ruangan itu untuk menghalangi jalannya.
“Cepat! Jangan berhenti!” teriak Fiona.
Mereka berhasil keluar dari klinik dan melarikan diri ke tempat aman. Meski mereka berhasil membawa bukti, mereka tahu bahwa ini belum berakhir.
“Kita harus menyerahkan ini ke pihak berwenang,” kata Ruby sambil terengah-engah.
Fiona mengangguk. “Tapi kita harus hati-hati. Reagan dan Dr. Harris tidak akan tinggal diam.”
---
Di tempat lain, Reagan berdiri di depan Dr. Harris dengan ekspresi marah.
“Mereka sudah terlalu jauh,” katanya. “Kita harus menghentikan mereka sebelum semuanya hancur.”
Dr. Harris menepuk bahu Reagan. “Tenanglah. Kita masih punya banyak cara untuk menang. Ini baru permulaan.”
Sementara itu, Fiona, Ruby, dan Nathan bersiap untuk mengungkap kebenaran di balik The Red Circle. Mereka tahu bahwa ini bukan hanya tentang Reagan, tetapi juga tentang menghentikan jaringan kejahatan yang jauh lebih besar.Bab 6: Labirin Pengkhianatan
Kebenaran yang Pahit
Setelah melarikan diri dari klinik Dr. Edmund Harris, Fiona, Ruby, dan Nathan berkumpul di rumah Ruby untuk menyusun rencana berikutnya. Dokumen yang mereka curi penuh dengan informasi, tetapi tidak semua mudah dipahami.
“Ini seperti membaca kode rahasia,” keluh Nathan sambil membolak-balik dokumen. “Reagan benar-benar mempersulit kita.”
Ruby menunjuk bagian tertentu pada salah satu dokumen. “Lihat ini. Ada catatan tentang eksperimen yang dilakukan di sekolah kita. Mereka menyebutnya ‘Proyek Mawar Gelap.’”
Fiona membaca lebih lanjut. “Proyek ini melibatkan manipulasi psikologis pada siswa untuk menciptakan individu yang sempurna—pintar, kuat, dan tanpa belas kasihan. Reagan adalah produk pertama mereka.”
Nathan mengepalkan tangan. “Jadi ini bukan hanya tentang Reagan. Ini adalah eksperimen yang melibatkan banyak orang.”
Ruby mengangguk. “Dan Reagan adalah ‘kesayangan’ mereka. Dia tahu semua rahasia mereka dan memanfaatkannya untuk keuntungannya sendiri.”
---
Pihak yang Tidak Terduga
Di tengah upaya mereka untuk memahami dokumen tersebut, pintu rumah Ruby diketuk. Ruby mengintip melalui lubang pintu dan terkejut melihat Aksa Ganendra berdiri di sana.
“Aksa?” Ruby membuka pintu, bingung dengan kehadirannya.
Aksa melangkah masuk dengan ekspresi serius. “Aku tahu apa yang kalian lakukan. Aku di sini untuk membantu.”
Fiona, yang masih curiga, menatapnya tajam. “Kenapa kami harus percaya padamu? Kau salah satu teman Reagan.”
Aksa menghela napas. “Aku memang pernah berada di sisinya, tapi aku tidak tahu seberapa jauh dia akan pergi. Setelah insiden itu, aku menyadari bahwa dia tidak peduli pada siapapun kecuali dirinya sendiri.”
Nathan mencibir. “Dan sekarang kau ingin menjadi pahlawan?”
Aksa menatap Nathan dengan tajam. “Aku tidak peduli apa yang kalian pikirkan tentangku. Tapi jika kalian ingin menjatuhkan Reagan, kalian butuh bantuanku.”
Ruby menenangkan situasi. “Kita tidak punya banyak pilihan. Jika Aksa tahu sesuatu yang bisa membantu, kita harus mendengarkannya.”
---
Informasi Berharga
Aksa menunjukkan beberapa foto dan catatan yang ia kumpulkan selama menjadi teman dekat Reagan.
“Ini adalah daftar orang-orang yang terlibat dalam The Red Circle,” kata Aksa sambil menunjuk beberapa nama. “Termasuk orang-orang yang bekerja di sekolah kita.”
Fiona membaca nama-nama tersebut. “Ini tidak masuk akal. Beberapa dari mereka adalah guru yang kita percayai.”
Aksa mengangguk. “Itulah masalahnya. Mereka semua bekerja di bawah ancaman atau untuk keuntungan pribadi. Reagan hanya salah satu dari banyak pion di dalam permainan ini.”
Ruby merasa frustasi. “Jadi, kita tidak hanya melawan Reagan, tetapi juga seluruh sistem.”
Nathan menatap Fiona. “Apa langkah kita selanjutnya?”
Fiona menggenggam tangannya dengan erat. “Kita ungkap semuanya. Kita harus mencari cara untuk membawa bukti ini kepada pihak yang tidak bisa dibeli oleh mereka.”
---
Rencana di Tengah Bahaya
Fiona, Ruby, Nathan, dan Aksa memutuskan untuk menyelidiki lebih jauh. Mereka memutuskan untuk pergi ke sekolah di malam hari untuk mencari bukti tambahan.
“Ini gila,” kata Ruby. “Tapi ini satu-satunya cara.”
Mereka menyelinap masuk melalui pintu belakang sekolah. Suasana gelap dan sunyi membuat mereka merasa seperti sedang berada di film horor.
“Reagan pasti menyembunyikan sesuatu di sini,” bisik Nathan.
Mereka memeriksa ruang kepala sekolah dan menemukan brankas yang terkunci. Aksa, yang memiliki pengalaman dengan hal-hal seperti ini, berhasil membukanya.
Di dalamnya, mereka menemukan lebih banyak dokumen dan rekaman CCTV. Salah satu rekaman menunjukkan pertemuan rahasia antara Reagan, Dr. Harris, dan beberapa guru.
“Kita punya mereka,” kata Fiona dengan suara gemetar. “Ini adalah bukti yang kita butuhkan.”
Namun, sebelum mereka bisa mengambil semuanya, alarm sekolah berbunyi.
---
Pengejaran yang Mendebarkan
Mereka berlari keluar dari ruang kepala sekolah dengan membawa dokumen dan rekaman. Namun, penjaga sekolah yang tampaknya sudah dipengaruhi oleh The Red Circle mulai mengejar mereka.
“Cepat!” teriak Aksa sambil membuka jalan bagi yang lain.
Mereka berlari melalui lorong-lorong gelap, mencoba menemukan jalan keluar. Fiona, yang memegang dokumen, hampir terjatuh ketika Nathan menangkapnya.
“Kita tidak bisa kehilangan ini,” kata Nathan.
Ketika mereka akhirnya mencapai pintu keluar, mereka melihat dua mobil hitam mendekat dengan cepat.
“Itu pasti orang-orang Reagan,” kata Ruby panik.
Aksa mengambil keputusan cepat. “Aku akan mengalihkan perhatian mereka. Kalian pergi sekarang!”
Fiona menatap Aksa dengan cemas. “Kau yakin?”
Aksa mengangguk. “Kalian harus menyelesaikan ini. Aku akan baik-baik saja.”
Tanpa pilihan lain, Fiona, Ruby, dan Nathan melarikan diri sementara Aksa menghadapi orang-orang yang mengejar mereka.
---
Di sebuah tempat aman, Fiona dan teman-temannya memeriksa dokumen yang mereka bawa. Mereka tahu bahwa ini adalah langkah besar menuju keadilan, tetapi mereka juga tahu bahwa ancaman dari Reagan dan The Red Circle semakin dekat.
“Kita harus membawa ini ke polisi,” kata Fiona dengan tegas.
Ruby mengangguk. “Tapi kita harus berhati-hati. Kita tidak tahu siapa yang bisa kita percayai.”
Sementara itu, di tempat lain, Reagan berdiri di depan Dr. Harris dengan senyum penuh arti.
“Mereka pikir mereka bisa mengalahkanku,” katanya. “Tapi ini hanya permulaan. Aku akan memastikan mereka membayar untuk apa yang mereka lakukan.”
Dr. Harris menatap Reagan dengan puas. “Kau adalah senjata terkuat kami, Reagan. Dunia ini belum siap untukmu.”
Aksa yang Terperangkap
Aksa berdiri di tengah lorong gelap sekolah, tubuhnya tegang. Dua mobil hitam yang dipenuhi anggota The Red Circle berhenti tepat di depan gerbang utama. Dari salah satu mobil, Reagan melangkah keluar dengan senyum dingin yang menghantui. "Benar saja, kau akhirnya berbalik melawan ku," ujar Reagan dengan nada mengejek. "Kau selalu menjadi anak yang terlalu percaya diri, Aksa." Aksa menegakkan tubuhnya, mencoba menahan rasa takut. "Aku tidak akan tinggal diam melihat apa yang kau lakukan, Reagan. Kau telah melangkah terlalu jauh.”Reagan terkekeh, tangannya melambai santai. "Terlalu jauh? Ini baru awal, Aksa. Kau tidak pernah benar-benar mengerti apa yang aku lakukan. Aku bukan hanya mencoba memenangkan permainan kecil ini; aku membangun kerajaan." Dua pria bertubuh besar berjalan keluar dari mobil, mengapit Reagan seperti pengawal pribadi. Mereka jelas merupakan bagian dari The Red Circle, dan Aksa tahu bahwa dia kalah jumlah. "Serahkan dirimu, Aksa," lanjut Reagan. "Aku mungkin bisa mempertimbangkan untuk memaafkanmu. Tapi jika kau terus melawan, aku tidak akan segan-segan menghancurkanmu." Aksa mengepalkan tangan. "Aku lebih baik mati daripada kembali mendukungmu.”Reagan menghela nafas, seolah kecewa. "Sayang sekali. Aku benar-benar menyukai keberanianmu, Aksa." Reagan memberi isyarat dengan tangannya, dan kedua pria itu maju mendekati Aksa. Dengan sigap, Aksa mengambil tongkat kayu yang tergeletak di lantai dan bersiap untuk bertarung. Pertarungan dan Pelarian Aksa melawan dengan segala kemampuannya. Tongkat kayu di tangannya berputar dengan cepat, memukul salah satu pria hingga terjatuh. Namun, pria kedua berhasil menangkapnya dan menjepitnya ke dinding."Kau tidak bisa menang, Aksa," kata pria itu dengan suara berat. Namun, Aksa tidak menyerah. la menggunakan kekuatannya untuk melepaskan diri dan melarikan diri ke arah ruang bawah tanah sekolah, tempat ia tahu ada pintu keluar rahasia. Reagan hanya berdiri di tempatnya, menyaksikan dengan tenang. "Biarkan dia pergi. Kita tahu ke mana dia akan pergi." Pria-pria itu menatap Reagan dengan bingung. "Tuan, dia membawa informasi yang penting." Reagan mengangkat bahu. "Biar saja. Dia hanya bagian kecil dari rencana ini. Fokus kita sekarang adalah menangkap Fiona dan yang lainnya.”
Sebuah Penemuan Penting
Sementara itu, Fiona, Ruby, dan Nathan telah berhasil sampai ke tempat persembunyian mereka di sebuah rumah kosong milik salah satu kerabat Ruby. Mereka menyusun kembali dokumen-dokumen yang berhasil mereka ambil dari sekolah. "Ini tidak hanya tentang Reagan," kata Fiona sambil menunjuk salah satu diagram yang ditemukan di dokumen tersebut. "The Red Circle adalah organisasi besar yang melibatkan banyak pihak, termasuk pejabat dan pengusaha besar.”Ruby mengerutkan kening saat membaca catatan di bagian bawah salah satu halaman. "Lihat ini. Mereka menyebutkan nama-nama siswa yang dianggap 'berpotensi' untuk proyek ini. Bukan hanya Reagan, tapi ada nama-nama lain, termasuk kita semua." Nathan membaca dengan cermat. "Mereka mencoba membentuk
generasi baru yang sempurna menurut definisi mereka sendiri. Tapi untuk melakukannya, mereka mengorbankan banyak orang. Ini benar-benar gila." Fiona menggigit bibirnya. "Dan mereka menggunakan sekolah sebagai laboratorium eksperimen mereka. Kepala sekolah kita pasti terlibat.”
Ruby mengangguk. "Kita harus menyebarkan ini. Jika tidak, mereka akan terus melanjutkan eksperimen mereka."
Kehilangan Akses Aman
Malam itu, saat mereka masih mencoba menganalisis dokumen, Ruby menerima pesan dari salah satu kontak terpercaya mereka, Clarissa Margatha. "Ruby, aku tidak tahu bagaimana harus mengatakannya, tapi aku mendengar desas-desus bahwa Reagan tahu di mana kalian bersembunyi. Kalian harus segera pergi.”Bab 7: Bayang-Bayang Kematian
Jalan yang Terbuka
Fiona, Ruby, dan Nathan berdiri di depan sebuah gedung pencakar langit yang tampak megah, namun sarat dengan kegelapan yang mengintai. Rosalia Aguilera, wartawan investigasi yang mereka tuju, berjanji akan membantu mereka mengungkapkan semua kebusukan yang ada di balik The Red Circle. Tapi untuk sampai kepadanya, mereka harus melewati lebih banyak rintangan, dan mereka tahu sekali bahwa waktu mereka semakin sedikit.
“Jika ini gagal, kita akan kehilangan segalanya,” kata Nathan, matanya tajam menatap gedung itu.
Ruby memegang pergelangan tangannya. “Kita tidak punya pilihan lain, Nathan. Ini satu-satunya kesempatan kita.”
Fiona menatap mereka berdua, wajahnya penuh tekad. “Kita harus percaya bahwa ini akan berhasil. Jika tidak, maka kita semua akan jatuh bersama.”
Mereka berjalan menuju pintu masuk gedung, dengan setiap langkah yang terasa lebih berat dari sebelumnya. Di dalam gedung ini, rahasia yang bisa menghancurkan The Red Circle—dan mungkin juga dunia mereka—tersembunyi, tetapi mereka juga tahu bahwa membongkar rahasia ini akan membuat mereka menjadi target utama.
---
Mata-mata yang Tak Terduga
Di dalam ruangan bertingkat tinggi, Rosalia Aguilera duduk dengan tenang di belakang meja kerjanya, menatap peta digital yang menunjukkan pergerakan orang-orang yang terlibat dalam The Red Circle. Dia tidak mudah terkejut atau terintimidasi, namun ada sesuatu yang meresahkan di dalam dirinya.
“Apakah ini permainan yang bisa kau menangkan?” gumamnya pada dirinya sendiri.
Dia memandang sebuah foto yang ada di atas mejanya—foto Fiona, Ruby, dan Nathan yang diambil dari jarak jauh oleh salah satu informannya.
“Tampaknya mereka semakin dekat,” pikirnya. “Tapi seberapa banyak mereka bisa tahu sebelum mereka dihancurkan?”
Sementara itu, Fiona dan yang lainnya memasuki ruangan Rosalia tanpa perasaan takut. Mereka tidak punya waktu untuk menyia-nyiakan, dan mereka tahu bahwa jika mereka membuang kesempatan ini, The Red Circle akan semakin kuat.
Rosalia memandang mereka dengan penuh perhatian. “Kalian datang lebih cepat dari yang saya kira,” katanya. “Ada sesuatu yang harus kalian ketahui.”
Fiona tidak membuang waktu. “Kami datang untuk mengungkapkan segalanya. Kami punya bukti yang bisa menghancurkan The Red Circle.”
Rosalia menaikkan alisnya, sedikit terkejut. “Bukti? Bagaimana kalian bisa membawa sesuatu seperti itu tanpa melibatkan pihak yang salah?”
Ruby membuka tasnya dan mengeluarkan dokumen-dokumen yang mereka ambil dari sekolah dan rumah sakit. “Ini dia. Semua yang kalian butuhkan untuk mengetahui siapa yang terlibat dalam eksperimen gila mereka.”
Rosalia memeriksa dokumen itu dengan cepat. Wajahnya berubah saat ia membaca bagian demi bagian. “Ini... lebih besar dari yang saya kira. The Red Circle telah mengendalikan banyak hal tanpa kita sadari.”
Nathan mendekat. “Kami tahu mereka mengendalikan banyak orang. Tapi kami juga tahu mereka tidak akan berhenti sampai mereka menghancurkan kami.”
Rosalia menatap mereka dengan tatapan serius. “Kalian tahu apa yang kalian lakukan, kan? Mengungkapkan ini bukan hanya berisiko bagi kalian, tapi juga bagi semua orang yang terlibat. Jika kalian salah langkah, kalian akan jadi sasaran utama.”
Fiona tidak ragu. “Kami sudah berjalan terlalu jauh untuk mundur.”
---
Rencana yang Mengguncang
Setelah beberapa jam berdiskusi, mereka merencanakan bagaimana dokumen ini akan disebarkan ke publik tanpa memberi kesempatan pada The Red Circle untuk menghalangi. Rosalia menjelaskan bahwa jika mereka ingin mendapatkan perhatian media, mereka harus memastikan bukti-bukti itu sampai ke tangan yang tepat—tanpa menyadari bahwa musuh mereka juga tengah mempersiapkan serangan balasan.
Namun, saat mereka merencanakan langkah selanjutnya, sebuah pesan misterius tiba di ponsel Rosalia. Itu adalah pesan suara singkat yang membuat darah mereka membeku.
“Kami tahu apa yang kalian rencanakan. Jika kalian teruskan, kalian akan membayar harganya. Jangan pikir kalian bisa melawan kami. Reagan sudah berada di dekat kalian.”
Rosalia menatap ponselnya, ekspresinya berubah menjadi sangat serius. “Kalian harus pergi sekarang. Reagan sudah tahu tentang kalian.”
Fiona merasa jantungnya berdegup kencang. “Kita dikejar lagi.”
Ruby menatap dengan panik. “Dia tidak akan berhenti, kan?”
Rosalia berdiri dan segera menuju jendela, mengintip ke luar. “Dia tidak hanya mengejar kalian, tapi seluruh dunia yang bisa mengungkapkan rahasianya.”
Nathan, yang terlihat semakin gelisah, menoleh ke Fiona. “Kita harus keluar dari sini, cepat!”
Rosalia memberi mereka instruksi untuk pergi menuju jalur keluar darurat yang tidak terdeteksi, sementara dia mengalihkan perhatian mereka. “Kalian harus menyebarkan bukti ini ke seluruh dunia. Jangan biarkan mereka menghalangi kalian.”
---
Pelarian yang Tak Terduga
Ketika mereka berlari menuju pintu belakang gedung, suara mesin mobil mulai terdengar. Fiona menoleh dan melihat sekelompok orang berpakaian hitam keluar dari mobil dengan senjata di tangan. Reagan memimpin mereka dengan senyum penuh penghinaan di wajahnya.
“Apa yang kalian pikirkan, Fiona? Kalian kira kalian bisa menghentikan semuanya?” ujar Reagan dengan nada tenang. “Kalian semua terlalu naïf.”
Fiona merasa jantungnya semakin keras berdetak. Semua jalan keluar tampak tertutup. Mereka dikelilingi.
“Jika kalian menyerah sekarang, kami mungkin bisa mempertimbangkan untuk membiarkan kalian hidup,” kata Reagan, sambil melangkah maju dengan penuh percaya diri.
Ruby, yang sudah tidak tahan lagi, berteriak, “Kau tidak akan menang, Reagan! Kami akan menghentikanmu, apapun yang terjadi!”
Namun, Reagan hanya tersenyum lebih lebar. “Kalian hanya anak-anak yang bermain api. Dan lihat, kalian sudah terbakar.”
Sekelompok orang di belakang Reagan mulai bergerak maju, menggiring mereka ke sudut gedung. Namun, di saat-saat terakhir, sesuatu yang tak terduga terjadi. Aksa, yang sudah disadari oleh mereka telah hilang, muncul dari balik bayangan, membawa senjata api yang diarahkan tepat ke Reagan.
“Kalian pikir kalian bisa menang?” ujar Aksa dengan suara keras. “Tapi tidak ada yang tahu siapa yang sebenarnya mengendalikan permainan ini.”
Reagan menatap Aksa dengan ekspresi marah. “Kau tidak bisa melawan kami, Aksa. Sudah terlambat.”
Namun, Aksa tidak mengubah posisinya. “Aku sudah tahu siapa yang kalian mainkan di sini, Reagan. Dan aku tidak akan membiarkan kalian menghancurkan semua orang yang aku cintai. Ini berakhir di sini.”
Tiba-tiba, tembakan meledak di udara, memecah keheningan malam. Segalanya berubah menjadi kekacauan.
Fiona, Ruby, Nathan, dan Aksa terjebak dalam pertempuran dengan The Red Circle yang semakin intens. Reagan yang tampak lebih jahat dari sebelumnya, berdiri di tengah kegelapan, menjadi bayangan yang tak bisa dijangkau. Namun, mereka tahu bahwa ini adalah akhir dari segalanya, titik balik yang menentukan hidup mereka.
Apakah mereka bisa berhasil mengungkapkan kebenaran? Atau apakah mereka hanya menjadi bagian dari permainan besar yang tidak mereka pahami?
Di tengah ketegangan, satu hal pasti: Mereka telah menginjakkan kaki di jalan yang tidak bisa mereka mundurkan lagi. Jika mereka kalah, semuanya akan hilang. Tapi jika mereka menang, mereka akan mengguncang dunia hingga ke akar-akarnya.
Bab 8: Api yang Membakar
Serangan Tanpa Henti
Suara tembakan yang terdengar sebelumnya mengisi udara dengan ketegangan yang memuncak. Aksa berdiri tegak, menatap Reagan dengan tatapan tajam, tangan masih memegang senjata yang baru saja meledak. Namun, di sekeliling mereka, situasi semakin mencekam. Anak buah Reagan mulai menyerbu, sementara Fiona, Ruby, dan Nathan terjebak di tengah pertempuran yang semakin besar.
“Aksa, hati-hati!” seru Fiona, namun tak ada waktu untuk bergerak mundur.
Dengan seketika, Aksa menarik mereka berdua ke dalam lorong kecil yang menuju ke tempat persembunyian mereka sebelumnya. “Kita harus keluar dari sini. Mereka tidak akan berhenti sampai kita semua hancur.”
Namun, saat mereka berlari, pintu keluar yang mereka tuju mendadak tertutup oleh dua pria besar yang langsung menghadang. Reagan berjalan dengan perlahan mendekati mereka, senyum licik di wajahnya.
“Kalian pikir bisa melarikan diri?” kata Reagan dengan suara rendah dan mematikan. “Aku tahu setiap langkah kalian. Kalian bukan lagi bersembunyi dalam bayang-bayang. Kalian ada di tangan saya sekarang.”
Fiona menatap Reagan dengan marah. “Kami tidak akan menyerah. Kami akan melawan sampai akhir.”
Reagan terkekeh, seolah menantang mereka. “Kalian masih berpikir ini adalah soal melawan? Ini tentang mengendalikan dunia ini. Dan sayangnya, kalian tidak akan pernah menjadi bagian dari itu.”
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar keras dari belakang mereka. Aksa menoleh dan melihat pasukan The Red Circle mengelilingi mereka dari segala penjuru. Mereka terperangkap.
---
Pergeseran Aliansi
Di tengah ketegangan yang luar biasa, tiba-tiba, seseorang muncul dari kegelapan. Clarissa Margatha, yang selama ini dianggap sebagai musuh, muncul di balik dinding, matanya tajam menatap Reagan.
“Kalian pikir bisa menahan mereka selamanya?” kata Clarisa dengan suara dingin. “Kalian sudah terlalu lama menganggap diri kalian tak terkalahkan.”
Reagan menoleh ke Clarisa dengan senyum penuh ejekan. “Dan kau siapa, Clarissa? Ingin ikut melawan? Jangan berpikir kau lebih pintar dari kami.”
Clarisa melangkah maju, wajahnya datar, namun penuh dengan ketegasan. “Aku tidak ada hubungannya dengan kalian, Reagan. Tapi aku juga tidak bisa diam saja melihat apa yang kalian lakukan. Aku lebih suka jika kita bekerja sama untuk menghentikan semua ini.”
Aksa terkejut, melihat Clarisa tiba-tiba berpihak pada mereka. “Clarisa, kau pasti sadar apa yang akan terjadi jika kau berkhianat. Mereka akan membunuhmu.”
Clarisa tersenyum dingin. “Saya sudah memilih sisi saya. Dan saya tahu siapa yang lebih layak untuk bertahan hidup. Kalian memang tidak tahu segalanya, tapi saya akan membantu kalian keluar dari sini.”
Fiona, meski merasa terkejut, tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran Clarissa. “Jika kamu bisa membimbing kami keluar, kita akan mengandalkanmu.”
Nathan menatap Clarisa dengan curiga, namun ia tahu saat ini mereka tidak punya waktu untuk berpikir panjang. “Lakukan saja apa yang perlu dilakukan. Kita harus keluar dari sini.”
Reagan berdiri diam, tidak bisa menyembunyikan rasa amarahnya. “Kalian berani melawan saya, kalian semua akan membayar dengan darah.”
Namun, Clarisa hanya memutar tubuhnya dan berjalan menuju jalan keluar tersembunyi yang ia ketahui. “Bukan darah kalian yang akan tumpah, Reagan. Tapi mungkin darah kalian sendiri.”
---
Pengejaran yang Mematikan
Mereka berlari menembus lorong-lorong gelap di gedung itu. Setiap sudut menyimpan bahaya. Aksa memimpin, dengan Clarisa di sampingnya, memastikan mereka tidak terjebak dalam jebakan yang telah dipersiapkan oleh Reagan.
“Clarisa, jalan ini aman?” tanya Fiona dengan napas terengah.
Clarisa menatap ke depan. “Saya sudah melalui tempat ini sebelumnya. Tapi kalian harus cepat. Reagan tidak akan membiarkan kita pergi begitu saja.”
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar di belakang mereka, semakin mendekat. Reagan, dengan pasukannya, tampaknya sudah mengetahui jalur yang mereka ambil. Fiona mempercepat langkahnya, namun mereka tahu, mereka tidak akan bisa melarikan diri selamanya.
“Mereka ada di belakang kita!” seru Ruby dengan cemas.
“Tidak ada waktu lagi,” kata Clarisa, dan dia dengan cepat melompat ke sebuah pintu samping yang mengarah ke ruang penyimpanan. “Masuk ke sini!”
Mereka masuk dan bersembunyi di dalam ruang sempit yang gelap. Clarisa menatap mereka dengan tegas. “Jangan bergerak. Reagan akan melacak kita dalam hitungan detik.”
Mereka semua terdiam, napas mereka terdengar jelas di ruang yang penuh ketegangan itu. Fiona memegang tangan Nathan, yang tampak ragu-ragu. “Apa yang akan kita lakukan sekarang?”
Clarisa menatap mereka. “Kami masih bisa melawan, tapi tidak sekarang. Reagan akan membuka semua pintu dan memeriksa setiap sudut gedung ini. Kita hanya bisa berharap kita bisa keluar tanpa dia mengetahui.”
Fiona menggigit bibirnya. “Ini gila. Kami tidak bisa terus bersembunyi.”
Ruby menatap Clarisa dengan tajam. “Kenapa kamu membantu kami? Apa yang kamu inginkan?”
Clarissa menghela nafas panjang. “Aku ingin melihat dunia ini terbebas dari mereka. Aku ingin melihat Reagan jatuh. Dan kalian, kalian adalah satu-satunya yang punya kesempatan untuk melawan dia.”
---
Sebuah Pengkhianatan Baru
Mereka bersembunyi beberapa lama, berusaha menyusun rencana selanjutnya. Namun, beberapa saat kemudian, Clarisa menerima pesan yang mengubah segalanya. Wajahnya berubah serius setelah melihat layar ponselnya.
“Kita harus keluar sekarang,” kata Clarisa dengan suara rendah. “Ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi. Jika kita tidak bergerak cepat, kita akan terjebak dalam permainan yang lebih berbahaya.”
“Apakah ini tentang Reagan?” tanya Fiona, takut akan jawaban yang akan diberikan.
Clarisa mengangguk. “Tidak hanya Reagan. Ada seseorang yang lebih berbahaya yang sedang bergerak di belakangnya. Seseorang yang tidak akan segan-segan menghancurkan semuanya, bahkan Reagan sekalipun.”
Mata mereka semua terbelalak, penuh rasa ingin tahu dan ketakutan. “Siapa itu?” tanya Nathan, suaranya serak.
Clarisa menatap mereka dengan tatapan tajam. “Seseorang yang kalian tidak duga. Dan dia berada di sisi kalian.”
Fiona, Ruby, Nathan, dan Aksa saling berpandangan, tak mengerti apa maksud Clarissa. Namun, satu hal pasti—permainan ini baru saja dimulai, dan mereka tak akan pernah bisa kembali ke kehidupan mereka yang dulu.
---
Saat mereka melangkah keluar dari ruang tersembunyi, dunia yang mereka kenal tampak hancur berantakan. Reagan bukan lagi satu-satunya ancaman yang mereka hadapi. Ada kekuatan yang lebih gelap yang menggerakkan semua hal ini dari bayang-bayang. Dan mereka, tanpa mereka sadari, baru saja memasuki pusaran yang tak bisa mereka hindari.
Apakah mereka akan berhasil mengalahkan musuh mereka? Ataukah mereka akan menjadi pion dalam permainan yang lebih besar dan lebih mematikan?
Semua itu tergantung pada keputusan yang mereka buat selanjutnya. Dan saat ini, mereka hanya bisa berharap bahwa keputusan mereka tidak akan membawa mereka pada kehancuran total.Bab 9: Titik Terendah
Kebenaran yang Terlambat
Malam itu, suasana semakin mencekam. Fiona, Ruby, Nathan, Aksa, dan Clarisa terperangkap dalam permainan yang lebih gelap dari yang mereka bayangkan. Mereka berhasil melarikan diri dari jebakan Reagan, tetapi bukan berarti mereka selamat. Sebuah perasaan semakin menyelimuti mereka bahwa setiap langkah mereka hanya membawa mereka lebih dalam ke dalam perangkap yang tak terhindarkan.
Di ruang tersembunyi yang telah mereka temukan, Clarisa memegang ponselnya dengan tangan gemetar. “Ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi,” katanya dengan nada rendah dan penuh penyesalan. “Dan kalian tidak siap untuk ini.”
Fiona menatap Clarisa dengan bingung. “Kamu bilang ada seseorang yang lebih berbahaya dari Reagan, tapi siapa dia?”
Clarisa menarik napas dalam-dalam, wajahnya terlihat lebih tua dari sebelumnya, seolah-olah usianya bertambah dalam semalam. “Kalian tidak tahu siapa yang benar-benar mengendalikan The Red Circle. Mereka bukan hanya orang-orang yang kalian temui di depan kalian. Mereka lebih kuat, lebih berbahaya, dan mereka memiliki kekuatan yang bisa menghancurkan semua yang kalian sayangi.”
Nathan menggigit bibirnya, marah. “Apa yang sebenarnya terjadi? Kami tidak punya waktu untuk permainan teka-teki, Clarissa! Beri kami jawaban!”
Clarisa menatap mereka dengan tatapan tajam. “Kalian ingin tahu siapa yang mengendalikan segalanya? Kalian ingin tahu siapa yang ada di belakang layar? Reagan... dia hanya pion dalam permainan yang lebih besar. Ada seseorang yang lebih dekat dengan kalian. Seseorang yang sudah lama berada di dalam lingkaran ini, yang selama ini kalian percayai.”
Semua orang terdiam. Kalimat itu seperti petir yang menghantam tubuh mereka. Fiona merasa seakan waktu terhenti sejenak. “Apa maksudmu?” katanya dengan suara gemetar.
Clarisa menatap mereka dengan tatapan dingin. “Kalian tidak akan pernah tahu siapa dia sampai semuanya terlambat. Dan ketika kalian akhirnya tahu, mungkin sudah tidak ada lagi yang bisa kalian selamatkan.”
Fiona merasakan sesuatu yang mengerikan di dalam dadanya. “Tidak... itu tidak mungkin,” katanya, mencoba menolak kenyataan yang sedang terbentuk di benaknya.
---

Sebuah Pengkhianatan yang Menghancurkan
Saat mereka berusaha memahami kata-kata Clarisa, sebuah suara dingin memecah kesunyian. “Kalian benar-benar pikir bisa melarikan diri?”
Semua mata tertuju pada pintu yang terbuka lebar. Dan di sana, berdiri sosok yang membuat darah mereka membeku—Reagan. Tapi bukan Reagan yang mereka kenal. Kali ini, dia tidak sendirian. Disampingnya, berdiri seseorang yang mereka kenal sangat baik. Seseorang yang wajahnya selalu tampak ramah dan penuh kepercayaan.
“Rev?” suara Fiona serak.
Rev, teman mereka yang selama ini selalu ada untuk mereka, berdiri di sana dengan tatapan dingin. “Kalian pikir kalian bisa mengalahkan kami?” katanya, suaranya tidak lagi ramah. “Kalian sudah masuk ke dalam permainan yang tidak bisa kalian menangkan.”
Fiona terhuyung mundur. “Rev, apa yang kamu lakukan di sini? Kenapa kamu di sisi mereka?”
Rev tersenyum, tetapi senyumnya tidak lagi seperti yang mereka kenal. “Karena aku tidak punya pilihan, Fiona. Aku sudah lama terjebak di dalam permainan ini. Dan sekarang, giliran kalian untuk membayar.”
Clarisa tersenyum pahit. “Kalian semua benar-benar bodoh. Tidak ada yang bisa keluar dari Red Circle. Dan kalian—kalian baru saja menyadari bahwa orang yang kalian percayai adalah musuh yang paling berbahaya.”
Fiona menatap Rev dengan penuh kebingungan dan rasa sakit. “Tapi... kenapa? Kamu selama ini berada di pihak kami. Kenapa kamu melakukan ini?”
Rev menatap Fiona dengan mata yang kosong. “Aku sudah lama berhenti berpikir seperti kalian. Aku melihat dunia dengan cara yang berbeda sekarang. Kalian selalu berjuang untuk sesuatu yang tidak akan pernah kalian dapatkan. Jadi, aku memilih untuk bertahan dengan cara yang lebih nyata.”
Nathan berteriak, “Kau pengkhianat! Kau sudah lama di sini, dan kau hanya berpura-pura menjadi teman kami?”
Rev mengangkat bahunya. “Aku hanya memainkan peran yang diberikan kepada aku. Kalian hanya marionette yang bisa dikendalikan. Tapi aku memilih untuk memegang kendali sekarang.”
Fiona merasakan hatinya hancur. Semua yang mereka perjuangkan, semua yang mereka percayai, ternyata hanya kebohongan belaka. Rev, yang selama ini mereka anggap sebagai teman, ternyata adalah bagian dari musuh terbesar mereka.
---
Kegelapan yang Tak Terlihat
Reagan menatap mereka dengan rasa puas yang menyakitkan. “Kalian sudah melawan kami begitu lama. Sekarang kalian tahu, siapa yang benar-benar mengendalikan permainan
ini. The Red Circle tidak akan pernah jatuh, karena kami tidak bergerak sendirian. Kami memiliki banyak tangan yang bekerja di balik layar.”
Rev berjalan ke samping Reagan, berdiri tegak di sampingnya. “Dan kalian baru saja menjadi bagian dari puzzle kami. Maaf, Fiona. Tapi sekarang semuanya sudah terlambat.”
Aksa berteriak marah. “Kalian semua pengecut! Tidak ada harga diri! Kalian hanya menggunakan kami semua untuk tujuan pribadi kalian!”
Reagan mengangkat alis, tampak sedikit terkejut. “Pengecut? Kalian masih berani menyebut kami pengecut setelah semua yang kalian lakukan? Kalian hanya tak lebih dari pion dalam permainan besar ini. Kalian bukan siapa-siapa.”
Fiona merasa seperti dunia runtuh di sekelilingnya. Semua orang yang mereka percayai, satu per satu, mulai terungkap sebagai bagian dari permainan ini. Kebenaran yang mereka cari begitu lama, ternyata jauh lebih kejam daripada yang mereka bayangkan. Mereka tidak berhadapan hanya dengan Reagan, atau dengan The Red Circle. Mereka berhadapan dengan pengkhianatan yang datang dari orang-orang yang selama ini mereka anggap sebagai teman.
“Kami hanya bisa berharap kalian semua tidak terperangkap lebih dalam,” kata Clarisa, matanya penuh penyesalan. “Tapi kalian sudah memilih jalan ini. Dan tidak ada jalan kembali.”
Fiona merasakan sesuatu yang lebih buruk daripada kemarahan. Itu adalah perasaan tak berdaya, perasaan dihancurkan oleh kenyataan yang terlalu pahit untuk diterima.
---
Dengan segala yang terjadi, Fiona, Ruby, Nathan, dan Aksa hanya bisa memandang ke arah Rev dengan perasaan yang bercampur aduk—marah, bingung, dan kecewa. Tapi satu hal yang pasti, mereka kini terjebak dalam labirin yang lebih gelap daripada yang pernah mereka bayangkan. Di balik setiap langkah mereka, ada orang yang mengawasi, mengendalikan, dan menunggu momen yang tepat untuk menghancurkan mereka.
Dan jika mereka tidak segera bertindak, mereka akan kehilangan segalanya. Tapi dengan pengkhianatan yang terjadi, mereka mulai meragukan siapa yang benar-benar bisa mereka percayai.
Apakah mereka akan mampu melawan kekuatan ini, atau akankah mereka tertelan oleh kegelapan yang mereka sendiri buat?
Pengkhianatan yang Menghancurkan
Suasana di ruang sempit itu sangat tegang. Fiona merasa seolah-olah semua udara di sekitarnya hilang, tenggelam dalam kekosongan yang mencekam. Nathan berdiri terdiam, matanya berkaca-kaca. Aksa dan Ruby hanya bisa menatap Rev yang kini berdiri di sisi Reagan, berpihak pada musuh mereka. Selama ini mereka percaya bahwa mereka hanya
berhadapan dengan Reagan dan pasukannya, tapi sekarang semuanya terasa jauh lebih pribadi. Mereka tidak hanya berhadapan dengan Red Circle, tetapi dengan pengkhianatan yang begitu dalam dan menyakitkan.
Reagan, yang tidak bisa menahan rasa puasnya, melangkah maju dengan perlahan. "Kalian tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi," kata Reagan, suaranya dingin dan penuh penekanan. "Kalian terlalu lemah, terlalu naïf untuk melihat gambaran besar ini. Red Circle bukan hanya tentang kekuasaan. Ini tentang pengendalian, tentang memastikan dunia ini tetap berjalan sesuai dengan aturan kami."
Rev mengangkat bahunya dengan acuh tak acuh. "Kalian pikir kalian masih bisa menang? Kami sudah terlalu jauh. Dan kau, Fiona," katanya sambil menatapnya tajam, "kau masih berharap semuanya akan berubah? Apa yang kau lakukan? Apa yang kita lakukan semua ini?"
Fiona merasa mulutnya kering. Tetesan keringat dingin mengalir di dahinya, dan rasa sakit di dadanya semakin dalam. Rev, seseorang yang selalu ada untuknya, kini berdiri di hadapan musuh mereka, seolah-olah tidak ada yang berubah. "Rev, kenapa?" suara Fiona hampir pecah. "Kenapa kau berpihak pada mereka?"
Rev menatapnya, tatapannya kosong dan tak lagi penuh dengan rasa yang dulu ada. "Karena aku sudah melihat kenyataan yang kalian tak bisa lihat. Dunia ini bukan tempat yang adil, Fiona. Jika kau terlalu lama menutup mata terhadap kenyataan, kau akan dihancurkan oleh dunia itu sendiri." Dia kemudian menoleh ke arah Reagan, seolah mencari persetujuan. "Kami memiliki kekuatan yang tak terhitung. Kalian—kalian hanya manusia biasa yang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik semua ini."
Ruby yang mendengar itu mulai kehilangan kendali. "Kau tidak lebih dari seorang pengkhianat, Rev! Kalian berdua—tidak ada bedanya dengan monster!" teriaknya.
Aksa menggertakkan giginya, geram dengan pengkhianatan yang baru saja mereka hadapi. "Kau akan menyesal, Rev. Kami tidak akan diam saja!"
Namun, semuanya terlambat. Reagan tersenyum puas. "Kalian masih berpikir ini tentang kalian. Ini bukan tentang siapa yang menang atau kalah, tetapi siapa yang memegang kendali. Dan siapa yang akan tetap hidup untuk melihat dunia yang baru."
Clarisa yang sebelumnya terdiam tiba-tiba berbicara, suaranya penuh dengan ketegasan. "Kalian sudah terjebak dalam jebakan kalian sendiri, dan sekarang, kalian akan melihat betapa dalamnya itu."
Fiona mencoba menahan air matanya yang hampir keluar, tetapi tidak bisa. "Ini tidak mungkin. Semua yang kita perjuangkan, semuanya—sia-sia?"
---
Tumpulnya Harapan
Suasana semakin kacau. Mereka semua tahu bahwa tidak ada jalan mundur lagi. Di hadapan mereka, ada dua pilihan: menyerah dan bergabung dengan mereka, atau bertarung dengan segala yang mereka miliki, meski itu berarti akan merenggut nyawa mereka.
Fiona merasa dirinya semakin terpojok. Ketika dia melihat ke arah Rev, matanya yang dulu penuh kasih kini tampak kosong dan dingin. Tidak ada lagi sosok teman yang selalu ada untuknya. Tidak ada lagi rasa cinta yang membuat mereka bertahan. Semua itu hilang begitu saja dalam sekejap mata.
Rev bahkan tidak tampak menyesal sedikit pun. "Kalian benar-benar bodoh. Tidak ada yang namanya kemenangan tanpa pengorbanan," katanya, dengan nada hampir menghina.
“Rev, kamu—” Fiona hampir tak sanggup melanjutkan kalimatnya, merasa semakin dipenuhi dengan kebencian dan rasa kehilangan yang dalam. “Kamu mengkhianati kami semua… setelah semua yang kami lalui bersama?”
Rev menatapnya dengan dingin, tidak ada lagi emosi di matanya. "Aku sudah berhenti berpikir seperti kalian, Fiona. Ini bukan lagi tentang pertemanan atau masa lalu. Ini tentang bertahan hidup. Aku akan bertahan, dan kalian… kalian akan menjadi bagian dari masa lalu."
Aksa mencoba menenangkan diri, walau rasa marahnya semakin sulit ditahan. "Kami tidak akan menyerah, Rev. Kalau kau ingin menjadi bagian dari dunia yang kalian ciptakan itu, itu urusanmu. Kami akan melawan!"
Fiona menatap teman-temannya, kebingungannya tercermin di wajahnya. "Aksa... Ruby… Nathan... apa yang kita lakukan sekarang?"
Clarisa menatap mereka, seolah sudah tahu apa yang harus mereka lakukan. “Tidak ada waktu untuk berpikir lagi. Kalian tahu apa yang perlu dilakukan.”
---
Pertarungan yang Tak Terhindarkan
Saat mereka berbicara, satu hal yang jelas: mereka tidak bisa tinggal diam. Mereka harus melawan. Mereka harus bertarung dengan segala kekuatan yang mereka miliki. Tapi di balik semua itu, Fiona merasakan ketakutan yang semakin dalam. Apa yang mereka hadapi kali ini bukan hanya tentang kekuatan fisik. Ini tentang pengkhianatan yang tidak bisa mereka perbaiki. Ini tentang melawan seseorang yang dulu mereka anggap teman. Dan sekarang, mereka harus melawan Rev, yang tak lagi mengenal mereka.
Aksa yang tidak bisa lagi menahan amarahnya, melangkah maju dengan wajah penuh tekad. "Ini belum berakhir, Rev! Kau akan menyesal telah memilih jalan ini!"
Ruby menatap Aksa dan menyusul langkahnya. "Aku setuju. Kalau kami harus melawan kalian sampai titik darah penghabisan, kami akan melakukannya."
Nathan berdiri di samping mereka, matanya penuh dengan tekad yang sama. "Kalian akan tahu apa rasanya dikhianati. Kami tidak akan tinggal diam."
Clarisa mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar mereka berhati-hati. “Jangan terjebak dalam perasaan kalian. Reagan tidak akan memberi kalian kesempatan kedua. Kalian harus lebih pintar dari itu.”
Namun, saat mereka bersiap untuk bertarung, Reagan memberi isyarat kepada Rev, yang kemudian merunduk dan bergerak cepat menyerang. Tanpa diduga, Rev melemparkan sesuatu ke arah mereka yang mengejutkan mereka semua. Tiba-tiba, sebuah ledakan terjadi di tengah-tengah mereka, membuat ruang sempit itu dipenuhi asap dan kebingungannya.
Fiona terjatuh ke tanah, pusing akibat ledakan tersebut. Saat dia membuka mata, pandangannya kabur, dan dia mendapati dirinya terpisah dari yang lainnya. Tubuhnya terasa berat, dan kepalanya berdenyut.
"Fiona!" teriak Nathan dari kejauhan, namun Fiona merasa lemah dan tidak bisa bangkit.
Reagan dan Rev berdiri di depan mereka dengan senyum jahat di wajah mereka. "Kalian memang tidak tahu kapan harus berhenti, bukan? Tapi ini berakhir di sini."
Saat semua terasa gelap dan sempit, saat harapan hampir hilang, Fiona dan yang lainnya menyadari bahwa mereka tidak hanya bertarung melawan musuh fisik. Mereka bertarung melawan pengkhianatan yang lebih dalam dari apa pun yang pernah mereka bayangkan. Mereka bertarung melawan kegelapan yang mengancam untuk menelan segalanya.
Namun, pada titik terendah inilah, mereka harus memutuskan. Apakah mereka akan menyerah pada pengkhianatan yang menanti mereka, ataukah mereka akan bangkit dan melawan kembali, meskipun dunia seakan memihak pada musuh mereka?
Bab 10: Titik Balik yang Mematikan
Kebangkitan yang Terlambat
Fiona tergeletak di lantai yang dingin dan keras, tubuhnya terasa berat, terhimpit oleh ledakan yang baru saja terjadi. Nafasnya terengah-engah, dan pandangannya kabur. Dengan kesulitan, dia mencoba untuk mengangkat tubuhnya, berusaha menyadarkan diri. Kepalanya berdenyut, dan rasa sakit hampir membuatnya pingsan. Namun, dia tahu jika dia menyerah begitu saja, itu berarti kemenangan bagi Reagan dan Rev. Tidak mungkin dia bisa membiarkan itu terjadi.
"Apa yang terjadi?" pikir Fiona, berusaha untuk memfokuskan pikirannya. Suara bising mengisi ruang di sekitarnya. Dia mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya, namun semua itu terasa kabur, seolah-olah dunia ini hanya sebuah mimpi buruk yang tak kunjung berakhir.
Dengan tangan yang gemetar, Fiona akhirnya berhasil bangkit. Matanya menyapu ruangan, mencari teman-temannya. Ruby dan Nathan tidak terlihat di dekatnya, dan Aksa juga menghilang dalam asap ledakan tadi. "Kemana mereka?" pikir Fiona cemas.
Di sisi lain ruangan, terlihat sosok Reagan dan Rev, berdiri di sana dengan tatapan memuaskan. Reagan berjalan mendekat, senyum jahat yang menghiasi wajahnya. "Kau benar-benar bertahan lebih lama dari yang kutaksir, Fiona. Tapi sekarang, semua sudah berakhir. Tidak ada lagi yang bisa kalian lakukan."
Fiona menatapnya dengan penuh kebencian, namun kekuatan tubuhnya masih terasa lemah. "Tidak, Reagan. Ini belum selesai," jawabnya dengan suara serak, walaupun dia tahu itu tidak mudah. "Aku dan teman-temanku akan melawanmu, sampai akhir!"
Reagan tertawa sinis. "Melawan? Dengan apa? Kalian sudah terjebak dalam permainan ini lebih lama dari yang kalian kira. Setiap langkah kalian adalah keputusan yang salah. Kalian tidak bisa melarikan diri."
Rev yang berdiri di sebelah Reagan, menatap Fiona dengan mata penuh kekosongan. "Kalian tidak punya lagi kesempatan. Dan bahkan jika kalian punya, kalian tidak akan bisa menang. Dunia ini telah berubah, Fiona. Sekarang, kalian hanya bisa menerima kenyataan."
Fiona menggigit bibirnya, menahan amarah yang hampir membuatnya kehilangan kendali. "Tidak ada kata menyerah untuk kami, Rev. Kami tidak akan membiarkan kalian menang."
Namun, suara langkah kaki yang terdengar tiba-tiba menginterupsi percakapan mereka. Fiona menoleh dengan cepat, dan matanya menyapu sekeliling, berusaha mencari sumber suara itu.
---
Kehadiran yang Mengejutkan
Ketika Fiona menoleh, matanya membesar saat melihat sosok yang muncul dari bayang-bayang—Clarissa. Wajahnya penuh dengan kecemasan, tetapi ada sesuatu yang berbeda dari dirinya. Dia tidak terlihat takut, malah matanya penuh dengan tekad yang kuat.
"Kau... Clarissa?" Fiona merasa bingung. "Kau di sini untuk membantu kami?"
Clarisa berjalan dengan langkah mantap, seolah tidak terpengaruh oleh apa yang terjadi di sekitarnya. "Aku tahu kalian merasa terpojok, Fiona," kata Clarisa dengan suara yang lebih lembut daripada sebelumnya. "Tapi kalian tidak bisa bertarung sendirian. Kalian butuh lebih banyak kekuatan untuk menghentikan mereka."
Fiona memandang Clarisa dengan penuh kebingungan. "Apa maksudmu? Kami sudah terjebak dalam ini terlalu lama. Bagaimana kalian bisa melawan mereka?"
Clarisa hanya mengangkat bahunya dengan tenang. "Kami harus melawan dengan cara yang lebih cerdas. Reagan dan Rev mungkin berpikir mereka menang, tetapi mereka belum tahu apa yang ada di balik layar ini."
Sebelum Fiona sempat bertanya lebih jauh, Clarisa mendekat dan memberikan sesuatu padanya—sebuah kunci kecil yang terlihat tak berarti. "Ini adalah kunci untuk membuka pintu yang selama ini kalian tutup. Jangan ragu untuk menggunakannya, Fiona. Ini adalah kesempatan kalian untuk merubah semuanya."
Fiona menatap kunci itu dengan hati-hati, kebingungannya semakin dalam. "Pintu apa yang kamu maksud?"
Clarisa hanya tersenyum samar. "Pintu yang akan membuka semua kebohongan dan membawa kalian ke dunia yang lebih terang. Tapi ingat, setiap pilihan kalian sekarang akan menentukan jalan kalian selanjutnya."
---
Serangan yang Mengerikan
Tanpa memberi kesempatan bagi Fiona untuk mencerna kata-kata Clarisa, Reagan melangkah maju dengan cepat, matanya penuh dengan kemarahan. "Kalian pikir kalian bisa bersembunyi di balik kebohongan? Itu tidak akan terjadi!" teriaknya, dan dengan cepat mengarahkan tangannya ke arah Fiona.
Dalam sekejap, Fiona merasa sesuatu menabrak tubuhnya. Tapi, sesuatu yang aneh terjadi—sebuah perasaan kuat datang mengalir dari dalam dirinya. Sebelum dia sempat paham apa yang terjadi, dia merasa tubuhnya dipenuhi oleh kekuatan yang luar biasa.
Aksa, Ruby, dan Nathan muncul dari bayang-bayang, tubuh mereka dipenuhi semangat juang yang lebih besar dari sebelumnya. Mereka berdiri di samping Fiona, siap untuk melawan.
"Ini belum berakhir, Reagan!" teriak Nathan, matanya penuh kebencian.
Reagan menyeringai, tetapi kali ini ada keraguan yang terlihat di matanya. "Kalian sudah terlambat. Apa yang kalian lakukan sekarang tidak akan mengubah apapun."
Namun, Aksa, Ruby, dan Nathan tidak takut lagi. Mereka tahu bahwa pertempuran ini tidak hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga tentang strategi dan keberanian untuk melawan pengkhianatan yang ada di sekeliling mereka.
Clarisa memandang mereka semua dengan senyuman kecil. "Sekarang, saatnya untuk beraksi," katanya dengan suara yang penuh kepercayaan diri.
Fiona merasa kunci yang diberikan Clarisa semakin hangat di tangannya. Tanpa berpikir panjang, dia meraih kunci itu dan berlari menuju arah yang telah ditunjukkan oleh Clarisa.
"Fiona, hati-hati!" teriak Ruby, namun Fiona tahu inilah saatnya. Dia harus membuka pintu itu, atau semuanya akan berakhir sia-sia.
---
Pembalasan yang Tak Terduga
Fiona menatap pintu besar yang ada di depannya, lalu memasukkan kunci itu ke dalam kunci lubang pintu. Kunci itu berputar dengan sempurna, membuka pintu dengan suara berderit keras. Di balik pintu, ada sebuah ruangan yang gelap, dipenuhi dengan layar-layar yang menunjukkan berbagai tempat, berbagai orang, termasuk Reagan dan Rev yang tampaknya telah memanipulasi segalanya dari balik layar.
Fiona memasuki ruangan itu dengan hati-hati. "Apa ini?" pikirnya. "Apa yang Clarisa ingin aku temukan?"
Tiba-tiba, sebuah suara muncul dari balik layar. "Selamat datang, Fiona," kata suara yang familiar—itu suara Clarissa. "Ini adalah tempat di mana segalanya dimulai, tempat di mana kalian harus membuat pilihan yang benar."
Fiona menatap layar yang menunjukkan semua yang telah mereka lalui, termasuk pengkhianatan yang mereka alami, dan segala yang terjadi dibalik Red Circle. "Jadi, ini yang kalian sembunyikan. Ini adalah kenyataan yang sebenarnya?"
Clarisa tersenyum dari layar. "Kenyataan yang lebih rumit daripada yang kalian pikirkan. Tapi sekarang, kalian harus memilih, Fiona. Apakah kalian akan mengubah semuanya, atau tetap terjebak dalam permainan ini?"
Fiona menatap layar, menyadari bahwa ini adalah momen paling kritis dalam hidupnya. Pilihan yang dia buat sekarang akan menentukan nasib mereka semua.
"Ini tidak berakhir di sini," bisiknya pada dirinya sendiri. "Kami akan melawan. Kami akan menghancurkan Red Circle dan menghentikan semua kebohongan ini."
Dengan tekad yang baru, Fiona memutuskan untuk mengambil langkah pertama menuju masa depan yang belum pasti.

---
Saat pintu itu terbuka, segalanya berubah. Fiona dan teman-temannya tahu bahwa mereka hanya memiliki satu kesempatan untuk mengubah arah permainan ini. Tidak ada lagi ruang untuk kesalahan. Keputusan mereka hari ini akan menentukan siapa yang akan bertahan dan siapa yang akan jatuh.
Namun, dengan kunci di tangan dan tekad yang kuat, mereka siap menghadapi apa pun yang ada di depan mereka.Bencana yang Menunggu di Depan
Fiona melangkah lebih dalam ke dalam ruangan gelap itu, tubuhnya terasa berat dengan setiap langkah yang diambil. Dia bisa merasakan aliran ketegangan yang menguasai tubuhnya, semakin dalam rasa takut dan kebingungannya. Kunci yang diberikan Clarisa kini menyala, menerangi ruang yang penuh dengan layar-layar yang memperlihatkan dunia mereka, dunia yang diatur oleh tangan-tangan yang tak terlihat.
Suara Clarisa masih terdengar, meskipun hanya lewat speaker yang terpasang di sudut ruangan. "Kamu tahu, Fiona, apa yang baru saja kamu buka bukanlah sesuatu yang bisa kamu tutup kembali. Segalanya telah ditentukan. Setiap langkahmu sekarang adalah langkah menuju penghancuran atau kebangkitan."
Fiona menggigit bibirnya, berusaha menahan rasa takut yang semakin menyesakkan dada. "Jadi, ini semua tentang memilih, kan? Memilih jalan mana yang harus aku ambil, dengan konsekuensi yang tidak bisa aku bayangkan."
Clarisa hanya tertawa pelan. "Ya, memang. Tapi ingat, pilihan yang salah akan menghancurkan semuanya. Tidak ada jalan mundur, Fiona. Kalian sudah terjebak dalam permainan ini sejak awal."
Fiona menggenggam kunci itu lebih erat, merasakan beratnya. Apakah ini keputusan yang benar? Akankah membuka semua ini berujung pada kebebasan atau justru kehancuran yang lebih besar? Tidak ada jawaban pasti, hanya rasa cemas yang menghimpit hatinya.
Dia menoleh ke belakang, memandangi layar besar yang memantulkan gambaran dirinya bersama teman-temannya—Reagan, Rev, dan semua yang telah mereka hadapi. Segalanya kini menjadi semakin jelas. Tapi, itu juga mengungkapkan kebenaran yang lebih mengerikan.
Di salah satu layar, dia melihat sosok Rev yang tengah berdiri bersama Reagan, senyum puas menghiasi wajah mereka. "Mereka benar-benar mengendalikan segalanya," gumam Fiona, merasakan nafasnya yang tercekat. "Mereka bahkan tahu setiap langkah kami."
Saat itu, Aksa dan Ruby muncul di pintu ruangan. Mereka terlihat lelah, namun semangat mereka tidak padam. Aksa segera mendekat. "Fiona, kamu baik-baik saja? Apa yang kita lakukan sekarang?"
Fiona mengangguk pelan, namun masih merasa terhimpit oleh kebingungannya. "Aku... aku tidak tahu. Clarisa bilang ini adalah titik balik, tapi aku tidak tahu apa yang harus dilakukan."
Ruby menghampiri Fiona, menatap layar besar yang memancarkan sinar ke wajahnya. "Jangan khawatir, Fiona. Apapun yang ada di balik layar ini, kita hadapi bersama. Kami akan mendukungmu, dan bersama-sama kita bisa mengubah segalanya."
Nathan dan Clarisa juga bergabung, berjalan masuk ke dalam ruangan itu. Nathan melangkah dengan rasa percaya diri yang lebih besar. "Kita tidak bisa terus berlari. Reagan
dan Rev telah menguasai segalanya dengan kekuatan yang mereka miliki, tetapi kita masih punya kesempatan untuk mengalahkan mereka."
Clarisa mengangguk setuju. "Memang, mereka kuat, tapi kekuatan mereka juga ada batasnya. Kita harus menemukan titik lemah mereka dan mengekspos semua kebohongan yang mereka sembunyikan."
Fiona memandang teman-temannya, merasakan semangat mereka yang kembali menyala. "Kita melawan. Jika mereka menginginkan peperangan ini, kita akan berikan. Ini adalah saat untuk bertindak."
---
Rahasia yang Terungkap
Namun, sebelum mereka sempat melangkah lebih jauh, layar besar di hadapan mereka tiba-tiba bergeming. Tampak gambar dari Reagan yang tersenyum dingin, matanya berbinar penuh perhitungan. "Fiona, teman-temannya, kalian pikir kalian bisa mengubah jalannya takdir?" Reagan berkata dengan suara yang menggelegar. "Kalian hanya terjebak dalam permainan ini. Dan meskipun kalian berpikir kalian tahu cara mengalahkan kami, kalian tidak tahu apa-apa."
Fiona merasakan tubuhnya membeku. "Apa maksudmu?" dia berteriak. "Kalian pikir kami akan takut?"
Reagan tertawa pelan, seolah semuanya sudah direncanakan. "Kalian tidak tahu siapa yang sebenarnya mengendalikan permainan ini. Aku bukan hanya pemimpin Red Circle. Aku adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar dari yang kalian bayangkan. Dan kalian... kalian adalah pion-pion yang bisa kami korbankan kapan saja."
Mendengar perkataan Reagan itu, Fiona merasakan kesulitan yang semakin berat. Ini bukan hanya tentang mereka dan Red Circle lagi. Ini tentang sesuatu yang lebih besar, kekuatan yang lebih gelap yang telah mengakar dalam sistem yang bahkan mereka tidak tahu.
Clarisa menatap Fiona dengan serius. "Kalian harus segera menemukan inti dari semuanya. Jika tidak, semua yang telah kita lakukan akan sia-sia."
Ruby menundukkan kepalanya, merasa bimbang. "Tapi apa yang kita lakukan? Apa yang harus kita cari?"
Clarissa menghela nafas panjang. "Mereka mengendalikan banyak hal, tetapi mereka tidak bisa mengendalikan pikiran kita. Kita harus mencari bukti—sesuatu yang bisa mematahkan kekuatan mereka. Jika tidak, kita akan menjadi bagian dari permainan yang mereka ciptakan."
Menghadapi Kebohongan yang Lebih Dalam
Aksa berjalan mendekat dan menyarankan, "Fiona, kita tahu bahwa Reagan dan Rev memiliki kekuatan besar, tetapi jika kita bekerja bersama, kita mungkin bisa menggali lebih dalam. Ada sesuatu yang tersembunyi di luar sana—mungkin mereka menyembunyikan lebih banyak rahasia tentang Red Circle."
Fiona merasakan keyakinan yang mulai tumbuh dalam dirinya. "Jadi, kita harus mencari tahu lebih banyak. Kita harus menggali lebih dalam dan menemukan titik lemah mereka."
Clarisa mengangguk setuju. "Tapi hati-hati. Jika kita salah langkah, semuanya bisa berakhir dengan sangat buruk."
Fiona menatap layar yang semakin tampak memudar, kembali menyoroti Reagan dan Rev yang semakin mendekat. "Kami tidak akan mundur. Kami akan berjuang untuk mengubah takdir ini."
Aksa, Ruby, dan yang lainnya saling berpandangan, semangat baru menyala di mata mereka. Mereka tahu bahwa pertarungan ini akan lebih berat dari sebelumnya, tetapi jika mereka ingin mengalahkan Reagan dan Rev, mereka harus lebih cerdas, lebih bijak, dan lebih kuat.
---