man 3 bantul MAN 3 BANTUL

Novel "DARK ROSE" (part 3)

DARK ROSE
(bagian ketiga)
Karya: Siti Aulia Chairunnisa

---
Perang Dimulai
Ketegangan di ruangan itu semakin memuncak. Semua orang tahu bahwa mereka hanya memiliki satu kesempatan untuk mengalahkan Red Circle dan menghentikan segala rencana jahat yang telah diatur sejak lama.
Fiona memegang kunci itu dengan erat, merasa beban berat yang tergantung pada dirinya. "Kita harus mengambil tindakan sekarang, atau semuanya akan terlambat."
Reagan dan Rev, yang tidak pernah mundur dalam permainan ini, tentu saja tidak akan memberi mereka kesempatan untuk melawan. Namun, dengan kunci di tangan dan teman-temannya di sisi, Fiona merasa tidak ada yang bisa menghentikan mereka—termasuk pengkhianatan yang sudah mereka hadapi sebelumnya.
Fiona menatap layar terakhir yang menunjukkan wajah Rev yang penuh kebencian. "Kami akan menghentikan kalian. Meskipun kalian berpikir kami sudah kalah, sebenarnya kami baru saja memulai."
Dengan itu, mereka melangkah maju, siap untuk melawan apa pun yang datang ke depan mereka. Tetapi dalam hati mereka, mereka tahu bahwa ini bukan hanya tentang bertarung melawan Red Circle—ini adalah pertarungan untuk masa depan mereka, untuk kebebasan mereka dari kebohongan yang selama ini mereka terima.Perburuan yang Tak Terelakkan
Setelah Fiona mengungkapkan tekadnya untuk melawan Red Circle, suasana ruangan berubah drastis. Semua orang mulai bergerak lebih cepat, seolah waktu mereka sudah
semakin habis. Setiap detik semakin penting. Mereka tahu, jika mereka tidak menemukan titik lemah Reagan dan Rev, mereka akan hancur, dan dunia yang mereka kenal akan berubah selamanya.
Aksa mengangkat wajahnya, sorot matanya penuh dengan tekad. "Kita harus bergerak cepat. Reagan mungkin sudah memanipulasi lebih banyak orang daripada yang kita bayangkan. Siapa tahu berapa banyak orang diluar sana yang dikendalikan dengan cara yang sama seperti yang dia lakukan dengan kita?"
Ruby, yang sebelumnya hanya diam mendengarkan, kini berbicara dengan serius. "Kita tidak hanya menghadapi Reagan dan Rev. Kita menghadapi sistem yang mereka bangun, jaringan yang lebih luas dari yang kita duga. Ini lebih dari sekedar geng jalanan. Ini adalah permainan besar, dan kita baru saja masuk ke dalamnya."
Clarisa mengangguk, matanya tajam memandang Fiona. "Fiona, aku tahu kamu ingin melawan, tapi kita harus bermain lebih pintar. Ini bukan hanya tentang kekuatan fisik atau keberanian. Kita harus merencanakan setiap langkah kita. Kita harus tahu apa yang mereka rencanakan selanjutnya."
Fiona menatap mereka semua satu per satu. Ada rasa takut yang jelas, namun ada juga keberanian yang semakin kuat. "Aku tahu. Kita harus berpikir lebih dalam. Kita harus cari tahu siapa yang benar-benar mengendalikan semuanya."
Nathan yang sejak tadi diam, tiba-tiba berbicara. "Fiona benar. Kita tidak bisa mengandalkan kekuatan atau otot saja. Kita harus mencari cara untuk menghancurkan sistem ini dari dalam. Kita perlu informasi, dan kita harus segera menemukannya."
Semuanya setuju, dan dengan itu, mereka memulai pencarian mereka, menyelidiki setiap kemungkinan yang bisa membuka rahasia Red Circle. Fiona tidak tahu berapa banyak lagi yang harus mereka temui sebelum mereka menemukan jawaban yang mereka cari, tetapi satu hal yang pasti—perjalanan mereka tidak akan mudah.
---
Menggali Kebenaran
Malam itu, Fiona dan timnya melanjutkan pencarian mereka. Mereka menyusuri ruang-ruang tersembunyi yang tak pernah mereka sadari sebelumnya. Setiap sudut dunia mereka kini menjadi tempat yang penuh dengan misteri dan kebohongan. Namun, mereka terus melangkah, mengumpulkan informasi satu per satu, berusaha mengungkap kebenaran yang tersembunyi di balik Red Circle dan tangan yang lebih besar yang menggerakkan semuanya.
Aksa membawa sebuah berkas besar yang ditemukan di ruang arsip. "Ini dia," katanya, matanya bersinar ketika melihat dokumen yang ada di tangannya. "Berkas ini berisi semua informasi tentang pengaturan dan strategi yang digunakan Reagan dan Rev untuk mengendalikan organisasi ini."
Clarisa menatap berkas itu dengan hati-hati. "Itu bukan hanya tentang mereka berdua. Ini tentang bagaimana mereka memanipulasi orang-orang di sekitar mereka, bagaimana mereka menciptakan jaringan pengaruh yang menguasai hampir semua aspek kehidupan kita. Jika kita tidak berhati-hati, kita bisa menjadi bagian dari permainan ini tanpa kita sadari."
Fiona membuka salah satu halaman berkas itu dan menemukan daftar nama-nama yang tak dikenal—anggota Red Circle yang terlibat dalam setiap aspek kehidupan mereka. "Ini tidak mungkin. Mereka bahkan mengendalikan orang-orang di sekitar kita, termasuk yang tidak pernah kita duga."
Ruby menggigit bibirnya, cemas. "Apakah kita benar-benar siap menghadapi semua ini? Apa yang akan terjadi jika kita melawan mereka? Kita mungkin tidak bisa menang."
Fiona memandang Ruby dengan tatapan penuh keyakinan. "Kita harus melawan. Jika kita tidak melakukannya, semuanya akan hancur. Kita tidak bisa terus hidup dalam kebohongan mereka."
---
Permainan yang Mematikan
Malam terus berjalan, dan tekanan semakin meningkat. Fiona merasakan dirinya semakin terjebak dalam permainan yang lebih besar daripada yang ia bayangkan. Setiap keputusan yang mereka buat memiliki konsekuensi besar. Mereka tidak hanya berhadapan dengan Reagan dan Rev, tetapi dengan seluruh jaringan yang telah mereka bangun. Dan jika mereka salah langkah, semuanya bisa berakhir dengan sangat buruk.
Reagan, yang semakin mengetahui bahwa tim Fiona sedang menggali rahasia mereka, semakin tidak terkendali. Di balik layar, dia mengawasi setiap langkah mereka, selalu berada satu langkah lebih maju. "Kalian pikir kalian bisa melawan? Ini baru permulaan," katanya dalam sebuah rekaman yang ditinggalkan di salah satu ruang rahasia.
Fiona merasa marah dan frustasi. "Aku tidak akan menyerah. Tidak ada jalan mundur sekarang."
Aksa, yang selalu berada di sisi Fiona, berkata dengan suara rendah, "Kami bersamamu, Fiona. Apapun yang terjadi, kita hadapi bersama."
Namun, Fiona tahu bahwa mereka harus bertindak lebih cepat. Red Circle telah mengontrol segalanya—mereka bahkan mengendalikan media, pemerintah, dan dunia bisnis. Mereka tidak hanya sekedar geng. Mereka adalah kekuatan yang mengakar dalam setiap aspek kehidupan mereka.
---
Menghadapi Pengkhianatan
Di tengah pencarian mereka, Fiona dan teman-temannya mulai merasa ada yang tidak beres. Beberapa anggota tim mereka mulai bertindak aneh. Clarisa, yang sebelumnya tampak sangat berkomitmen pada misi mereka, tiba-tiba mulai menjaga jarak. Nathan yang selalu memberikan dukungan kini terlihat ragu, seolah ada sesuatu yang dia sembunyikan.
Fiona mulai merasa terpojok. "Ada yang salah, kan?" tanyanya dengan cemas. "Clarisa, Nathan, kalian tidak terlihat seperti biasanya."
Clarisa menatap Fiona dengan tatapan tajam. "Aku hanya ingin memastikan kita tidak salah langkah. Kita harus tahu siapa teman dan siapa musuh. Ini lebih besar dari yang kita bayangkan."
Nathan juga ikut berbicara. "Mungkin kita terlalu cepat mengambil keputusan. Kita tidak tahu siapa yang benar-benar mengendalikan Red Circle. Apa yang kita lakukan bisa berbalik melawan kita."
Fiona merasa ada sesuatu yang mengganjal. "Apa yang kalian sembunyikan? Apakah kalian bekerja untuk mereka?"
Clarisa dan Nathan saling pandang, lalu Clarisa akhirnya berkata dengan suara pelan. "Ada hal-hal yang harus kalian ketahui, Fiona. Kami tidak bisa mengungkap semuanya sekarang, tapi yang pasti, tidak semuanya seperti yang kalian kira."
Fiona terkejut, perasaan cemas mulai menghampirinya. "Apa maksud kalian?"
Nathan menghela napas. "Kami sudah terjebak dalam permainan ini sejak awal. Tidak mudah keluar, Fiona."
---
Perang Dimulai
Keputusan sulit harus dibuat. Fiona merasa dikhianati, tetapi dia tahu bahwa jalan ini harus dilalui. Jika mereka ingin menang, mereka harus tahu siapa yang benar-benar berada di pihak mereka dan siapa yang berkhianat. Namun, dalam perjalanan yang semakin berbahaya ini, tidak ada lagi yang bisa mereka percayai.
Malam itu, mereka berkumpul di ruang utama, dan Fiona tahu bahwa mereka tidak hanya bertarung melawan Reagan dan Rev. Mereka bertarung melawan sebuah sistem yang telah lama berakar, dan jika mereka tidak berhati-hati, semuanya akan hancur.
"Kita tidak bisa mundur," kata Fiona dengan suara tegas. "Kami akan melawan, dan kita akan menghentikan Red Circle."
Namun, dalam hati Fiona, dia tahu bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai. Perang ini jauh dari selesai, dan mereka harus siap menghadapi lebih banyak pengkhianatan, lebih banyak bahaya, dan lebih banyak kebohongan.
Bab 11: Dalam Bayang-Bayang
Setelah pengkhianatan yang hampir menghancurkan semua harapan mereka, Fiona merasa dunia seakan runtuh di sekelilingnya. Teman-temannya, yang seharusnya menjadi sekutu terdekat, malah membuka luka yang dalam, mengungkapkan sisi lain yang tak pernah ia duga sebelumnya. Clarisa dan Nathan, yang selama ini ia percayai, ternyata memiliki niat yang lebih kompleks, bahkan berbahaya.
Fiona tidak tahu siapa lagi yang bisa ia percayai. Setiap wajah di sekitarnya kini tampak seperti sebuah teka-teki yang belum terpecahkan. Setiap gerakan mereka, setiap kata yang mereka ucapkan, terasa penuh dengan makna tersembunyi yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang berada di sisi gelap permainan ini.
Perang yang Tak Terlihat
Malam itu, Fiona duduk sendirian di kamar gelap. Hanya lampu redup yang menerangi ruangannya, menciptakan bayangan panjang di dinding. Setiap langkah yang diambilnya kini terasa lebih berat. Dunia ini bukan lagi tempat yang aman untuknya, dan ia tahu, tidak ada jalan mundur.
"Tapi aku harus melawan," gumamnya pada dirinya sendiri, suara berat penuh tekad.
Mereka harus bergerak cepat. Setiap detik berharga, dan Fiona tahu jika mereka tidak segera menemukan titik lemah Reagan dan Rev, mereka akan terus berada dalam bahaya. Namun, satu hal yang masih mengganggunya—siapa yang sebenarnya berada di pihak mereka?
Aksa, yang telah lama menjadi sahabat setia Fiona, kini mulai menunjukkan sisi lain dirinya. Meskipun selalu setia mendukung Fiona, ada kekhawatiran yang terlihat di matanya. Setiap kali mereka berbicara tentang Red Circle, Aksa tampak semakin gelisah, seolah ia menyembunyikan sesuatu yang besar.
Malam itu, setelah pertemuan panjang yang membahas langkah selanjutnya, Fiona memutuskan untuk menghadapinya. Ia menemui Aksa di ruang latihan, tempat mereka sering berlatih bersama. Aksa duduk di sudut ruangan, memegang bola basket yang sudah usang. Tangan Aksa gemetar saat Fiona duduk di sebelahnya, merasakan ketegangan di udara.
"Aksa," ujar Fiona, suara lembut namun penuh ketegasan, "ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku, bukan?"
Aksa menatap Fiona, matanya yang biasanya penuh percaya diri kini tampak ragu. "Fiona, ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan itu."
"Tidak ada waktu yang lebih tepat," jawab Fiona tegas. "Kita sudah jauh terjebak dalam ini. Jika kau masih menyembunyikan sesuatu dariku, kita akan sulit keluar dari semua ini."
Aksa menghela nafas panjang. "Aku takut kau tidak akan mengerti. Ini lebih rumit dari yang kau bayangkan."
Fiona menatap Aksa dengan serius. "Kau salah jika berpikir aku tidak bisa mengerti. Aku sudah cukup melihat kegelapan yang ada di sekitar kita. Jika ada sesuatu yang harus aku tahu, sekaranglah waktunya."
Aksa akhirnya memutuskan untuk membuka mulut. "Aku... aku sudah terlibat dengan Red Circle jauh sebelum aku bertemu dengan kalian. Mereka mengendalikan lebih banyak orang dari yang kita duga. Dan aku... aku masih terikat dengan mereka."
Fiona terdiam. Itu seperti tamparan keras yang menghantam wajahnya. Sahabatnya sendiri—Aksa—terlibat dengan musuh yang mereka coba hancurkan. Rasanya dunia yang ia kenal selama ini mulai terlepas dari genggamannya.
"Apa maksudmu?" tanya Fiona, suaranya hampir tak terdengar.
Aksa mengangkat tangan, seolah mencoba menenangkan Fiona. "Aku tidak punya pilihan, Fiona. Mereka memegang sesuatu yang sangat penting bagiku. Jika aku menentang mereka, semuanya akan hancur."
Fiona merasa hatinya semakin berat. "Tapi kau harus memilih, Aksa. Kami butuh kau. Aku butuh kau. Kami tidak bisa melawan Red Circle sendirian."
Aksa menatapnya dengan mata penuh penyesalan. "Aku tahu, Fiona. Tapi aku sudah terjebak. Aku ingin keluar, tapi... aku butuh waktu."
Fiona menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan amarah yang mulai membakar dadanya. "Kau tidak bisa memberiku waktu. Waktu kami hampir habis."
---
Keterikatan yang Menghancurkan
Hari-hari berikutnya dipenuhi dengan ketegangan. Setiap langkah mereka semakin mendekati titik puncak—titik di mana mereka harus memilih apakah mereka akan melawan habis-habisan atau menyerah pada kenyataan yang lebih gelap. Fiona merasakan dirinya semakin terperangkap dalam permainan Reagan dan Rev, dan meskipun ia berusaha keras untuk mengumpulkan informasi, ia tahu bahwa ada yang lebih besar yang harus dihadapi.
Namun, Fiona tidak bisa menahan rasa cemas yang menggelayuti hatinya. Setiap malam, ia terbangun dengan perasaan buruk, seolah dunia yang ia kenal akan segera runtuh. Clarisa dan Nathan semakin menjauh, dan Aksa—meskipun ia masih ada di pihaknya—terlihat semakin terpecah.
Di luar sana, Reagan dan Rev terus menggerakkan benang-benang tak terlihat mereka, mengendalikan segala hal yang ada di sekitar mereka. Tidak ada yang tahu siapa yang sebenarnya menjadi musuh dan siapa yang menjadi teman. Dunia ini dipenuhi dengan kebohongan, dan Fiona semakin sulit membedakan mana yang nyata dan mana yang hanya bayangan.
Fiona berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya yang semakin suram. "Apa yang harus aku lakukan?" gumamnya pada dirinya sendiri. "Apa yang harus aku pilih?"
Saat itu, pintu kamar terbuka, dan Aksa masuk dengan wajah yang gelisah. "Fiona, kita tidak punya banyak waktu. Red Circle semakin mendekat. Mereka tahu kita sedang mengincar mereka."
Fiona menatap Aksa dengan serius. "Kita tidak bisa mundur sekarang. Ini sudah terlalu jauh. Kita harus menghancurkan mereka, apapun caranya."
Aksa menggelengkan kepala. "Tapi kita masih belum tahu siapa yang benar-benar mengendalikan semuanya. Ada lebih banyak orang di luar sana yang terlibat, orang-orang yang tidak kita kenal."
Fiona merasa panas di dada. "Kita akan cari tahu siapa mereka. Kita tidak bisa biarkan mereka terus mengendalikan hidup kita."
---
Malam yang Mematikan
Setelah malam yang penuh kecemasan, Fiona dan timnya melanjutkan pencarian mereka. Kali ini, mereka semakin dekat untuk mengungkap siapa yang mengendalikan Red Circle—dan siapa yang seharusnya menjadi musuh mereka yang sebenarnya. Namun, mereka juga menyadari bahwa semakin mereka menggali, semakin dalam kegelapan itu menghisap mereka.
Di sebuah gedung terbengkalai yang terletak jauh dari jangkauan orang lain, mereka menemukan petunjuk yang tak terduga. Ternyata, Red Circle tidak hanya mengendalikan mereka yang sudah ada, tetapi juga merencanakan sesuatu yang lebih besar—sesuatu yang bisa mengubah segalanya.
Fiona tahu bahwa jalan mereka kini lebih berbahaya dari sebelumnya. Mereka tidak hanya melawan Reagan dan Rev, tetapi melawan sebuah sistem yang telah terjalin begitu lama. Dan untuk menghancurkannya, mereka harus siap menghadapi apa pun yang datang.
Fiona merasa langkah mereka semakin mendekat ke titik tak terelakkan. Setiap keputusan yang mereka buat kini bagaikan pertaruhan nyawa. Mereka tidak hanya berhadapan dengan musuh di luar sana, tetapi juga dengan ketidakpastian dan bayang-bayang pengkhianatan yang terus menghantui mereka. Aksa, Clarisa, dan Nathan—semua tampak membawa
rahasia yang tak terungkap. Fiona bertanya-tanya apakah ia akan menemukan jawaban yang ia cari atau justru semakin terjebak dalam jaring kebohongan yang lebih besar.
Bentrokan yang Tak Terhindarkan
Hari itu, setelah beberapa hari penuh ketegangan, tim mereka memutuskan untuk menyusuri satu lagi tempat yang dicurigai sebagai markas Red Circle—sebuah gedung besar yang tampaknya terlupakan, namun menyimpan lebih banyak petunjuk dari yang mereka duga. Mereka tahu, ini bisa menjadi titik balik yang akan mengungkap seluruh permainan besar ini.
Namun, saat mereka tiba di lokasi, mereka merasakan suasana yang berbeda. Sesuatu yang janggal dan sangat mencurigakan. Selama perjalanan menuju gedung itu, Fiona merasa ada yang mengikuti mereka, bahkan jika mereka tidak melihat siapapun di belakang mereka. Ada ketegangan di udara, seperti ada ancaman yang mengintai dari bayang-bayang.
Aksa memperlambat langkahnya, menatap sekeliling dengan cemas. "Ada yang tidak beres," bisiknya, hampir tak terdengar.
Fiona menatap Aksa, merasakan ketegangan yang sama. "Apa maksudmu?"
Aksa hanya menggelengkan kepala, namun tatapannya tetap waspada. "Ada sesuatu yang aneh. Kita tidak sendirian."
Clarisa, yang sejauh ini lebih banyak diam, tiba-tiba berbicara dengan suara tegas. "Kita tidak punya pilihan selain terus maju. Jika kita mundur sekarang, kita akan kehilangan kesempatan terakhir kita."
Ruby yang terdepan, menoleh dengan ragu. "Tapi kalau kita teruskan, kita bisa jadi jebakan. Apa kita benar-benar siap menghadapi apa yang ada di dalam sana?"
Fiona menghela napas, menatap gedung besar yang menjulang di depan mereka. "Kita tidak punya pilihan. Waktu kita hampir habis. Red Circle sudah mengetahui gerakan kita."
Tim pun melangkah masuk ke dalam gedung itu, dengan perasaan waspada yang terus meningkat.
---
Jejak yang Terlupakan
Begitu memasuki gedung itu, Fiona langsung merasakan ada yang berbeda. Bau lembab yang menyengat, dinding-dinding yang berlumut, dan atmosfer yang begitu tegang. Setiap langkah mereka terasa berat, seolah menginjakkan kaki di dunia yang sudah lama terlupakan. Tak ada suara kecuali langkah kaki mereka yang terdengar menggema di lorong-lorong gelap.
Namun, sesuatu yang lebih buruk terasa. Fiona merasakan seolah mereka sedang dipantau. Setiap keputusan yang mereka buat sepertinya sudah diprediksi oleh seseorang. Mereka berjalan lebih hati-hati, berusaha mencari petunjuk, namun setiap sudut yang mereka lewati seolah menutupi lebih banyak rahasia daripada yang mereka ungkap.
Aksa yang berjalan paling depan, tiba-tiba berhenti dan berbalik. "Fiona," katanya, "Ada sesuatu di sini. Sesuatu yang... mengerikan."
Fiona berlari mendekati Aksa, dan saat ia menoleh, matanya terfokus pada dinding yang tampaknya berbeda dari dinding lainnya—lebih gelap, lebih rapuh. Ia merasakan aura buruk yang mengelilinginya. Dengan hati-hati, Fiona menyentuh dinding itu, dan tiba-tiba sebuah pintu tersembunyi terbuka dengan sendirinya.
"Sepertinya ini yang kita cari," Fiona berkata, matanya tajam dan penuh tekad.
Namun, sebelum mereka melangkah lebih jauh, suara langkah kaki terdengar mendekat dari belakang mereka. Mereka berbalik, siap menghadapi ancaman apapun yang datang.
---
Pengkhianatan yang Menyakitkan
Ketika mereka berbalik, tidak ada yang mereka duga. Clarisa, yang sejak awal tampak cemas dan menjaga jarak, kini berdiri di hadapan mereka dengan senyum yang aneh. "Aku kira kalian akhirnya datang," katanya dengan suara yang datar, namun penuh ancaman.
Fiona menatapnya dengan bingung. "Clarisa... apa yang terjadi? Apa maksudmu?"
Clarisa menghela napas, seolah keputusan ini sangat berat baginya. "Aku tahu kalian sudah mulai mencurigai aku, Fiona. Tapi sekarang saatnya aku mengungkapkan semuanya. Aku bukan bagian dari tim ini lagi."
Ruby, yang berdiri di samping Fiona, tampak tercengang. "Apa yang kau bicarakan, Clarissa?"
Clarisa tersenyum sinis. "Aku bekerja untuk mereka. Sejak awal, aku adalah mata-mata mereka yang mengawasi setiap gerakan kalian. Semua informasi yang kalian kumpulkan, semua langkah yang kalian buat, sudah ada di tangan Red Circle."
Fiona merasakan jantungnya serasa berhenti berdetak. "Kau... kau mengkhianati kami?" suaranya bergetar.
"Semua yang aku lakukan, aku lakukan demi melindungi diri sendiri. Aku tidak bisa keluar dari sini, Fiona," jawab Clarisa dengan suara penuh penyesalan. "Kalian terlalu naif. Kalian pikir kalian bisa menghancurkan Red Circle? Mereka sudah mengontrol segalanya, bahkan lebih dari yang kalian bayangkan."
Kehadiran itu begitu menekan. Fiona merasa tubuhnya seakan beku. Aksa, yang berdiri di sampingnya, tiba-tiba menggerakkan tubuhnya lebih dekat, matanya tidak percaya. "Clarisa... itu tidak mungkin. Kami semua sudah saling mempercayai."
Clarisa menggelengkan kepala. "Kalian harus belajar bahwa di dunia ini, tidak ada yang namanya kepercayaan mutlak. Dan aku tidak bisa menjadi bagian dari kegilaan kalian. Red Circle adalah masa depanku."
Fiona merasa luka yang dalam menusuk hatinya. Ini bukan hanya pengkhianatan. Ini adalah permainan hidup dan mati yang lebih besar dari yang ia duga.
---
Keputusan yang Tak Terelakkan
Fiona merasakan amarah yang membakar dalam dirinya. "Jadi, ini alasan kenapa kau selalu menjaga jarak dari kami? Kau tahu dari awal apa yang akan terjadi, dan kau membiarkan kami berjalan ke dalam perangkap?"
Clarisa menatap Fiona dengan tatapan kosong. "Aku tidak ingin kalian tahu lebih banyak, Fiona. Itu alasan aku tidak mau terlibat lebih jauh. Aku hanya ingin bertahan hidup."
Fiona merasa seluruh dunia seakan runtuh di sekelilingnya. Namun, satu hal yang pasti—ia tidak akan membiarkan pengkhianatan ini menghalangi langkah mereka. Mereka harus terus maju. Tidak ada jalan mundur.
Aksa menatap Fiona dengan penuh kekhawatiran, namun Fiona menatap Clarisa dengan mata penuh amarah. "Kau mungkin bisa berpihak pada mereka, Clarisa, tapi aku tidak akan pernah menyerah. Kami akan menghancurkan Red Circle."
Dengan kata-kata itu, Fiona berbalik dan melangkah menuju pintu yang terbuka. Aksa dan Ruby mengikuti langkahnya dengan cepat, meninggalkan Clarisa yang terdiam di tempat.
Setelah meninggalkan Clarisa di ruang yang gelap itu, Fiona dan Aksa melangkah cepat menuju pintu yang terbuka, memasuki ruangan tersembunyi di dalam gedung. Mereka bisa merasakan hawa dingin yang menekan dada, dan perasaan bahwa mereka tengah menuju titik puncak yang akan menentukan masa depan mereka.
Namun, meskipun perasaan terkhianati oleh Clarisa masih membara, Fiona tahu bahwa mereka tidak bisa kehilangan fokus. Musuh yang lebih besar menunggu mereka di depan. Dan mereka harus siap menghadapi apa pun yang ada di sana.
Sebuah Jalan Terang
Ruangan yang mereka masuki ternyata jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan. Dindingnya dipenuhi dengan layar hologram yang menunjukkan berbagai macam data dan informasi yang tidak bisa mereka pahami sepenuhnya. Ini adalah pusat kendali dari Red
Circle. Ruangan ini bukan hanya tempat perencanaan, tapi pusat operasi mereka. Fiona merasa ada kekuatan yang jauh lebih besar dari yang ia duga.
Di tengah ruangan, berdiri dua sosok yang begitu familiar. Reagan dan Rev. Mereka berdua berdiri dengan tenang, seolah menunggu kedatangan mereka. Tidak ada lagi tawa sinis atau ucapan provokatif—hanya keheningan yang mematikan.
Fiona mengamati mereka dengan cermat. "Jadi, kalian ada di sini, bukan?" katanya dengan suara dingin. "Ternyata, selama ini kalian sudah mengatur segalanya."
Reagan tersenyum tipis, matanya yang tajam menatap Fiona. "Kau terlalu terlambat, Fiona. Red Circle sudah melangkah terlalu jauh untuk dihentikan sekarang."
Rev, yang berdiri di samping Reagan, mengangguk setuju. "Kami sudah mempersiapkan semuanya. Kalian hanya pion-pion dalam permainan besar ini. Dan sekarang, kalian akan menjadi bagian dari permainan kami."
Fiona merasa hatinya berdegup kencang. "Tidak! Kami tidak akan pernah menyerah pada kalian."
Aksa yang berada di samping Fiona, menatap dengan mata yang penuh ketegasan. "Kami sudah cukup mendengar omong kosong kalian. Kalian memang bisa mengatur dunia ini, tapi kami tidak akan membiarkan kalian terus mengendalikan semuanya. Kami akan menghancurkan Red Circle."
Reagan tertawa pelan. "Kalian masih berpikir begitu sederhana? Kalian tidak tahu siapa yang sebenarnya mengendalikan Red Circle. Ini lebih dari sekadar pertempuran fisik atau kekuasaan. Ini adalah tentang siapa yang benar-benar menguasai dunia ini."
Fiona menatap Reagan dengan penuh kebencian. "Aku tidak peduli siapa yang mengendalikannya. Jika ini jalan yang harus kami tempuh, maka kami akan melawannya. Apapun yang terjadi, kami akan menghentikan kalian."
Namun, sebelum Fiona bisa melangkah lebih jauh, layar hologram di sekeliling mereka menyala, menampilkan wajah-wajah yang sangat dikenalnya. Aksa, Nathan, Clarisa, dan beberapa orang lainnya—semua terjebak dalam ilusi yang tampaknya tak bisa dihindari.
Reagan melihat reaksi Fiona yang terkejut dan tersenyum puas. "Kami sudah mengantisipasi semua langkah kalian. Kami tahu siapa yang bisa kami kendalikan, dan siapa yang bisa kami jebak."
Fiona berbalik dengan cepat. "Tidak! Kalian tidak akan bisa mengendalikan kami!"
Namun, saat itu, Aksa yang berada di sebelahnya tiba-tiba bergerak maju, matanya berubah tajam, dan dengan satu gerakan cepat, ia meninju Fiona dengan keras. Fiona terjatuh ke lantai dengan keras, merasakan rasa sakit yang tajam di pipinya.
Aksa berdiri di atasnya, matanya kosong, tidak ada perasaan di sana. "Fiona, aku tidak punya pilihan lagi," katanya, suaranya datar. "Aku tidak bisa melawan mereka. Mereka sudah mengendalikan aku."
Fiona mengangkat wajahnya, terkejut. "Aksa... kau... bagaimana bisa...?"
Aksa tidak menjawab. Sebaliknya, ia menatap Fiona dengan tatapan yang kosong, seolah tidak ada lagi yang tersisa di dalam dirinya.
Rev, yang sejak tadi hanya diam, akhirnya berbicara. "Kalian pikir bisa melawan Red Circle hanya dengan tekad? Kami sudah mengendalikan kalian sejak awal. Kalian semua hanya pion dalam permainan kami."
Fiona merasakan kepanikan mulai merambat di dalam dirinya. Selama ini mereka hanya berusaha bertahan. Namun, kini mereka dihadapkan pada kenyataan yang lebih suram. Mereka tidak hanya melawan Reagan dan Rev, tapi juga teman-teman mereka sendiri yang sudah terperangkap dalam jaring Red Circle.
---
Keputusan yang Tak Terbalikkan
Fiona berusaha berdiri, meskipun rasa sakit di tubuhnya membuatnya hampir tak mampu bergerak. "Kalian memang bisa mengendalikan banyak orang, tapi aku tidak akan pernah menyerah."
Namun, Aksa yang berdiri di dekatnya, menatapnya dengan tatapan yang lebih dalam lagi. "Kau salah, Fiona. Aku tidak lagi berpihak padamu. Aku hanya ingin keluar dari permainan ini. Aku sudah terlalu jauh terlibat."
Fiona menatapnya dengan air mata yang menggenang. "Aksa, ini bukan kau. Ini bukan jalanmu. Kembalilah ke jalan yang benar. Jangan biarkan mereka menghancurkan kita."
Aksa mengangkat tangannya, matanya penuh keraguan. "Aku sudah terjebak, Fiona. Aku tidak bisa kembali."
Rev, yang melihat interaksi mereka, tersenyum puas. "Lihat? Kalian sudah kehilangan semuanya. Kalian ingin melawan kami, tetapi kalian tidak tahu betapa besar kekuasaan yang kami miliki."
Fiona menggigit bibirnya. "Mungkin kalian mengendalikan segalanya, tapi tidak akan pernah mengendalikan hati kami."
Sambil merasakan keberanian yang semakin menipis, Fiona tahu satu hal—pertarungan ini belum selesai. Mereka harus mencari cara untuk mengalahkan Red Circle. Tidak peduli berapa banyak pengkhianatan yang terjadi, Fiona tidak akan menyerah. Mereka harus
menemukan jalan keluar, dan ia tahu, tidak ada yang bisa menghentikan mereka selamanya.
Fiona mengangkat tubuhnya yang terluka, mencoba berdiri meski tubuhnya gemetar. Rasanya, setiap gerakan menjadi lebih berat daripada yang sebelumnya. Kepergian Aksa—teman yang dulu ia percayai—adalah pukulan telak bagi dirinya. Tapi ia tahu, mereka tidak bisa membiarkan permainan ini berlanjut. Tidak begitu saja.
"Fiona..." suara Aksa terdengar, getir, tapi juga penuh keraguan. Ia menatap Fiona, ada sedikit penyesalan di matanya yang terlihat samar. "Kau tidak mengerti. Mereka akan membunuh kita semua, jika kita tidak bekerja untuk mereka."
Fiona memandang Aksa dengan penuh empati, meskipun luka di hatinya mendalam. "Tidak, Aksa. Itu bukan kamu yang berbicara. Kalian semua terjebak, tapi ada jalan keluar. Aku tahu itu."
Reagan yang berdiri tak jauh dari mereka, menyaksikan adegan tersebut dengan tatapan penuh ketenangan. "Kalian memang penuh dengan harapan," katanya dengan suara rendah. "Tapi dunia ini bukan tentang harapan, Fiona. Ini tentang siapa yang bisa mengendalikan segalanya."
Rev, yang telah diam sejak tadi, tersenyum sinis. "Semuanya sudah terlambat. Apa yang kalian coba lakukan, tidak akan mengubah apa pun."
Fiona merasakan tekanan yang semakin besar. Semua orang yang ia percayai—Aksa, Clarisa—semuanya kini berdiri di sisi musuh. Keputusan yang mereka buat tidak lagi hanya tentang hidup dan mati, tetapi tentang bagaimana mereka melihat dunia ini dan peran mereka di dalamnya. Fiona merasa seperti satu-satunya orang yang masih memegang prinsip yang benar, meskipun seluruh dunia tampaknya mengkhianatinya.
Namun, di tengah kesulitan itu, Fiona tidak bisa menyerah. Ia harus melawan, bahkan jika itu berarti melawan orang-orang yang pernah dianggap teman, bahkan keluarga.
---
Pertarungan di Pintu Kematian
Di saat yang sama, tim lainnya—Ruby, Nathan, dan Xavier—berusaha mencari cara untuk menembus kedalaman gedung ini. Mereka sudah mengetahui bahwa Red Circle tidak hanya menyembunyikan rahasia besar di dalam gedung ini, tetapi juga mempersiapkan jebakan yang sangat canggih.
"Fiona, kita harus segera keluar dari sini!" Nathan berteriak dari ujung lorong. "Mereka sudah menyiapkan sesuatu yang jauh lebih besar dari yang kita duga!"
Xavier yang berada di samping Nathan mengangguk. "Benar, Fiona. Mereka telah mempersiapkan sesuatu yang tak terbayangkan. Kita harus menghentikan mereka sebelum terlambat."
Namun, Fiona, yang sedang berhadapan dengan Reagan dan Rev, tidak bisa begitu saja mengabaikan mereka. "Kita tidak bisa mundur sekarang, Xavier. Mereka sudah menguasai lebih dari yang kita bayangkan. Ini lebih besar daripada hanya sekedar mengalahkan mereka. Ini tentang menghentikan Red Circle sekali dan untuk selamanya."
Reagan mengangkat tangan, memberi isyarat kepada anak buahnya untuk bersiap. "Kalian bisa mencoba sekuat tenaga, Fiona, tapi aku sudah lama tahu bahwa kalian tidak akan pernah cukup kuat untuk menghentikan kami. Red Circle sudah menguasai dunia ini. Kami lebih kuat dari yang kalian bayangkan."
Fiona menatap Reagan dengan tajam. "Jika kalian begitu kuat, kenapa kalian takut pada kami? Kenapa kalian harus memanipulasi semua orang?"
Reagan tertawa rendah. "Kami tidak takut. Kami hanya sedang memperhitungkan setiap langkah. Dan kalian sudah tidak lagi punya waktu."
Tiba-tiba, pintu yang mengarah ke ruang kontrol utama terbuka dengan keras, dan dari balik bayang-bayang, muncul sosok yang tak terduga. Clarisa. Ia berdiri di sana, mengenakan pakaian serba hitam, wajahnya serius namun tidak lagi terlihat seperti sosok yang dikenal Fiona. Ada perubahan yang sangat jelas pada dirinya.
Fiona menatap Clarisa, kebingungannya tak terbendung. "Clarisa? Apa yang kamu lakukan di sana?"
Clarisa menatapnya dengan tatapan yang jauh berbeda. "Aku sudah membuat keputusan, Fiona. Aku tidak bisa lagi mendukung kalian. Red Circle adalah masa depanku."
Fiona merasa ada sesuatu yang sangat kelam di dalam diri Clarisa, sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar pengkhianatan pribadi. "Jangan lakukan ini, Clarisa. Kami masih bisa melawan. Kami masih bisa..."
"Tidak ada yang bisa kita lakukan lagi, Fiona," jawab Clarisa dengan suara datar. "Kalian tidak mengerti betapa besar kekuatan yang mereka miliki. Ini bukan tentang benar atau salah. Ini tentang bertahan hidup. Dan aku memilih untuk bertahan."
Fiona merasa dunia seakan runtuh di sekelilingnya. Begitu banyak hal yang tidak bisa ia pahami, begitu banyak keputusan yang tidak bisa ia terima. Namun, ia tahu satu hal—apapun yang terjadi, ia harus terus berjuang.
---
Menghadapi Takdir
Ketegangan di dalam ruangan semakin memuncak. Setiap langkah, setiap kata yang diucapkan, terasa penuh dengan konsekuensi. Fiona dan Aksa, meskipun terpisah oleh
pengkhianatan yang menyakitkan, masih memiliki satu tujuan yang sama: untuk menghentikan Red Circle dan menghancurkan kekuasaan yang telah merajalela.
Tapi di depan mereka, Reagan, Rev, dan Clarisa berdiri sebagai penghalang. Mereka tidak hanya melawan satu orang, tetapi sebuah sistem yang jauh lebih besar dan kuat daripada yang pernah mereka bayangkan.
Di luar ruangan, Ruby dan Xavier akhirnya berhasil menemukan jalan untuk memasuki ruang utama. Namun, mereka harus melalui serangkaian jebakan yang mematikan. Mereka tahu waktu mereka semakin terbatas, dan setiap langkah yang mereka ambil membawa mereka lebih dekat pada ancaman yang tak terhindarkan.
"Kita harus bergerak cepat," Ruby berkata dengan suara cemas. "Waktu kita hampir habis. Jika kita tidak menghentikan mereka sekarang, semuanya akan berakhir."
Xavier menatap layar hologram yang memantulkan peta gedung. "Kita tidak punya banyak waktu. Fiona harus memimpin, dan kita harus memastikan Red Circle tidak bisa bergerak lagi."
Namun, meskipun langkah mereka semakin dekat, Fiona tahu bahwa perjuangan ini lebih besar dari sekadar menghentikan organisasi ini. Ini adalah tentang masa depan yang mereka inginkan—sebuah dunia yang tidak lagi diatur oleh kekuatan gelap yang mengendalikan kehidupan mereka.
"Fiona, kami siap," kata Aksa dengan suara tegas, meski ada keraguan yang masih menghantuinya.
Fiona menatapnya sekali lagi, matanya penuh tekad. "Kita harus melawan. Jika tidak, kita akan hancur bersama-sama.”
Keheningan yang menghantui ruang itu semakin terasa mencekam saat Fiona dan Aksa berdiri di hadapan Reagan, Rev, dan Clarisa yang sudah terjebak dalam bayang-bayang Red Circle. Setiap kata yang diucapkan mengandung ancaman, dan setiap langkah semakin mendekatkan mereka pada takdir yang belum jelas.
Reagan berdiri tegak, senyumnya yang tipis seperti menyiratkan bahwa ia sudah memenangkan permainan ini. "Kalian masih berpikir bisa melawan? Kalian hanya bertahan dari apa yang kami atur," katanya dengan suara yang penuh kepercayaan diri.
Fiona merasakan panas yang merembes dari dadanya. "Kalian bisa mengatur dunia ini sesuka hati, tapi ada satu hal yang tidak bisa kalian kontrol, Reagan—hati dan tekad kami." Fiona menggertakkan giginya, matanya menyala penuh amarah. "Kami tidak akan pernah menyerah."
Clarisa yang berdiri di samping Reagan mengerling ke arah Fiona, tatapannya penuh dengan perasaan yang sulit untuk dicerna. Ia tampak seperti sosok yang tak lagi mengenal Fiona, atau seperti ada kekosongan yang dalam di dalam dirinya. "Fiona, jangan coba menyentuhku dengan kata-kata indahmu itu. Kami sudah membuat pilihan. Ini jalan yang harus kami ambil. Red Circle adalah masa depan."
Fiona merasa hatinya dipenuhi perasaan yang bercampur aduk—kecewa, marah, tapi juga sedikit terluka. Clarisa, yang dulu sangat dekat dengannya, kini menjadi musuh. Teman yang dulu bersama-sama berjuang kini menjadi bagian dari ancaman yang harus dihancurkan.
Aksa yang berdiri di sisi Fiona memandangnya dengan tatapan kosong. "Aku... aku tidak punya pilihan, Fiona. Mereka mengontrol kami lebih dari yang bisa kita bayangkan."
Reagan mengangkat tangannya, memberi isyarat pada anak buahnya untuk bergerak. "Tidak ada jalan keluar untuk kalian. Selama ini kalian sudah tertipu. Kalian berpikir bisa mengubah dunia ini, tapi dunia ini tidak untuk orang seperti kalian."
Fiona menyentuh saku bajunya, meraba benda kecil yang selalu ia bawa—sebuah cincin kecil pemberian dari ibunya. Itu adalah satu-satunya pengingat tentang hidup yang lebih sederhana, hidup yang lebih murni sebelum semua kekacauan ini datang.
Mata Fiona menyala dengan keyakinan yang lebih kuat. "Kami akan menghentikan kalian, apapun yang terjadi."
---
Di Luar Ruangan
Sementara itu, Ruby dan Xavier terus bergerak melalui lorong-lorong gelap gedung ini, menghindari jebakan-jebakan yang tersembunyi di setiap sudut. Ada ketegangan yang menyelimuti mereka. Setiap detik yang berlalu terasa semakin berat, dan mereka tahu waktu mereka hampir habis.
"Apa kalian yakin bisa melawan mereka?" Ruby bertanya, meskipun ia tidak berharap jawaban pasti. Ia tahu betul, dalam situasi seperti ini, pertanyaan itu hanya untuk meredakan kecemasannya.
Xavier berhenti sejenak, melihat ke depan dengan tatapan serius. "Kita harus. Mereka akan menghancurkan segalanya jika kita tidak bertindak sekarang."
Ruby menggigit bibirnya, matanya tajam menatap ke dalam kegelapan yang semakin menutup di sekitar mereka. "Fiona tidak akan menyerah. Kita tidak boleh mundur sekarang."
Mereka terus berjalan, semakin mendekati pusat kendali Red Circle. Di sana, mereka tahu bahwa kebenaran yang mereka cari—tentang siapa yang mengendalikan semuanya—akan terbongkar. Namun, mereka juga tahu bahwa mengungkap kebenaran itu mungkin berarti akhir dari segalanya.
---
Kebenaran yang Terungkap
Fiona akhirnya mengangkat wajahnya, menghadap Reagan dan Rev dengan penuh tekad. "Kami tahu lebih banyak daripada yang kalian kira. Kami tahu siapa yang ada di balik semua ini," katanya dengan suara penuh percaya diri.
Reagan tertawa sinis. "Oh, kalian benar-benar tidak tahu apa-apa. Kalian hanya tahu permukaan dari apa yang terjadi. Sementara itu, kami yang mengendalikan dunia di bawah permukaan."
Fiona dan Aksa saling berpandangan, dan meskipun Aksa sudah berkhianat, Fiona tahu bahwa pertempuran ini belum berakhir. "Kami tidak peduli siapa yang mengendalikan Red Circle. Kami akan menghancurkannya. Tidak ada yang lebih kuat dari keinginan kami untuk hidup bebas."
Rev melangkah maju, tatapannya dingin. "Semuanya sudah terlanjur, Fiona. Kami tidak akan membiarkan kalian merusak apa yang sudah kami bangun."
Clarisa mendekatkan tubuhnya pada Reagan, memberi isyarat bahwa ia siap untuk bertindak. "Fiona, kamu selalu menjadi orang yang penuh harapan. Tapi apa gunanya harapan jika pada akhirnya kita hanya berada di ujung jurang kehancuran?"
Fiona merasakan sesuatu di dalam dirinya yang mulai menggerogoti—perasaan bahwa dunia yang mereka hadapi memang tidak adil, namun itu bukan alasan untuk menyerah. "Kami tidak akan berhenti, Clarisa. Kami akan melawan kalian."
Pada saat itu, layar hologram di sekitar mereka menyala, memproyeksikan gambar-gambar yang mengerikan—gambar orang-orang yang mereka kenal, yang telah terjebak dalam manipulasi Red Circle. Aksa, Clarisa, bahkan teman-teman mereka yang lain, semuanya terperangkap dalam sistem ini.
Fiona merasa hatinya berdebar kencang. "Apa yang kalian lakukan pada mereka?" suaranya bergetar, namun penuh kekuatan.
Reagan menjawab dengan suara yang hampir tak terdengar. "Kami memberikan mereka kesempatan untuk bertahan. Mereka tahu apa yang akan terjadi jika mereka menolak."
Aksa menundukkan kepalanya, matanya dipenuhi keraguan yang dalam. "Aku tidak punya pilihan. Aku tidak bisa melawan mereka lagi, Fiona."
Fiona merasakan kepedihan yang dalam. "Aksa, ini bukan jalan yang benar. Jangan biarkan mereka mengendalikanmu seperti ini."
Namun, Aksa hanya terdiam. Fiona tahu, saat itu, Aksa sudah tidak bisa kembali lagi.
---
Final Countdown
Di luar, Ruby dan Xavier akhirnya berhasil mencapai ruang kendali. Mereka berdiri di depan pintu yang besar dan tertutup rapat. Di balik pintu itu, segalanya akan diputuskan.
Ruby menatap pintu itu dengan mata yang penuh tekad. "Kita harus melakukannya sekarang."
Xavier mengangguk, menarik napas dalam-dalam. "Kita akan menghentikan Red Circle, tidak peduli apa yang harus kita bayar."
Dengan satu gerakan cepat, mereka membuka pintu dan masuk ke dalam. Namun, yang mereka hadapi bukan hanya sekedar musuh fisik—mereka harus menghadapi kebenaran yang jauh lebih besar daripada yang mereka duga.
Fiona merasakan detak jantungnya berdebar kencang. Hanya tinggal satu langkah lagi, satu kesempatan terakhir untuk menghentikan segala sesuatu yang telah terjadi. Tapi pada saat yang bersamaan, ada rasa sakit yang menusuk di dadanya—rasa sakit yang berasal dari pengkhianatan Aksa. Teman yang dulu ia percayai kini berdiri di sisi musuh, terjerat dalam jaringan kekuasaan yang lebih besar dari dirinya.
"Aksa..." Fiona berbisik, suaranya penuh dengan penyesalan dan kebingungan. "Kenapa kamu melakukannya? Kita bisa melawan bersama-sama."
Aksa menatap Fiona dengan mata kosong, seperti seseorang yang telah kehilangan arah. "Kau tidak mengerti, Fiona. Mereka sudah mengontrol semuanya. Kami tidak punya pilihan."
Fiona merasa sesak di dada. Kata-kata itu menyakitkan lebih dari yang bisa ia bayangkan. Mereka, yang dulunya berjuang bersama, kini terpisah oleh kenyataan yang lebih pahit daripada yang bisa diterima.
"Apakah kau benar-benar percaya mereka?" Fiona bertanya dengan nada penuh keputusasaan. "Apakah ini jalan yang kau pilih? Untuk menyerah begitu saja?"
Reagan, yang sejak tadi diam, akhirnya membuka mulut. "Fiona, ini bukan tentang pilihan. Ini tentang bertahan hidup. Red Circle tidak akan pernah kalah. Mereka yang berpikir bisa melawan kami akan dihancurkan. Termasuk kalian."
Fiona menatap Reagan dengan tatapan penuh kebencian. "Kalian bisa mengendalikan dunia ini, tapi tidak bisa mengendalikan hati kami. Tidak bisa mengendalikan apa yang ada di dalam diri kami. Kami akan menghentikan kalian."
Namun, meskipun kata-kata Fiona terdengar penuh keyakinan, ia tahu bahwa perjalanan mereka menuju kemenangan bukanlah sesuatu yang mudah. Setiap detik yang berlalu semakin mempertegas kenyataan—mereka harus memilih antara bertahan hidup dalam bayang-bayang atau berjuang untuk masa depan yang lebih baik.
---
Keputusan Terakhir
Di luar, Ruby dan Xavier kini berada di ruang kontrol utama. Mereka menatap layar besar yang menunjukkan peta gedung dan berbagai informasi yang menghubungkan Red Circle dengan banyak organisasi besar di seluruh dunia. Setiap klik yang mereka lakukan membuka lebih banyak rahasia kelam yang tersembunyi di balik organisasi itu.
"Fiona tidak bisa sendiri," Ruby berkata dengan tegas. "Kita harus membantu mereka."
Xavier mengangguk. "Tapi kita juga harus berhati-hati. Setiap langkah kita terdeteksi. Jika kita salah, kita semua akan mati."
Mereka tahu bahwa mereka hanya memiliki satu kesempatan untuk memutuskan jalur kekuasaan yang telah dikendalikan oleh Red Circle selama ini. Namun, tanpa informasi yang jelas, mereka hanya bisa berharap bahwa keputusan mereka akan membuahkan hasil yang diinginkan.
"Apakah kamu yakin kita bisa menghancurkan mereka?" Ruby bertanya dengan cemas, namun matanya tetap teguh menatap layar.
Xavier menatap layar dengan serius. "Kita tidak punya pilihan. Red Circle harus dihentikan."
Mereka melangkah lebih dalam, semakin mendekati inti dari sistem yang mengendalikan seluruh dunia. Setiap langkah membawa mereka lebih dekat pada kebenaran, tetapi juga semakin dekat pada bahaya yang mengancam nyawa mereka. Namun, mereka tahu bahwa tidak ada jalan mundur. Semua yang mereka lakukan sekarang akan menentukan masa depan mereka dan dunia yang lebih luas.
---
Pertarungan yang Tak Terhindarkan
Kembali ke ruangan utama, Fiona dan Aksa terjebak dalam konfrontasi yang semakin panas. Meskipun Aksa telah terjerat oleh kekuasaan Red Circle, Fiona tidak bisa menyerah begitu saja. Setiap kata, setiap tindakan yang dilakukan Reagan dan Rev semakin memperburuk keadaan, tapi Fiona tetap bertahan dengan keyakinannya.
"Reagan, Rev, kalian pikir kalian bisa mengendalikan segalanya," Fiona berkata, suaranya penuh dengan kemarahan yang terpendam. "Tapi kalian salah. Tidak ada yang bisa mengendalikan kami selamanya."
Reagan mengangkat alisnya, terlihat terkejut dengan keteguhan hati Fiona. "Kau pikir ini semua hanya tentang kalian, Fiona? Dunia ini jauh lebih besar dari yang kalian pikirkan. Ini adalah tentang kekuasaan. Tentang siapa yang berkuasa dan siapa yang hanya bisa mengikuti."
Fiona menggigit bibirnya, merasa semakin terpojok. Namun, dalam keputusasaan itu, ia merasa ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar bertahan hidup. Ini tentang memilih apa yang benar, bukan hanya apa yang harus dilakukan untuk bertahan.
Aksa, yang masih terjebak dalam pengaruh Reagan, akhirnya berbicara dengan suara yang penuh penyesalan. "Fiona, aku... aku tidak bisa mengubah apa yang sudah terjadi. Aku sudah terikat pada mereka."
Fiona menatap Aksa dengan penuh kehangatan, meskipun hatinya terluka. "Aksa, ini bukan kamu. Kamu masih bisa memilih. Jangan biarkan mereka mengendalikanmu."
Namun, Aksa hanya terdiam, hatinya diliputi oleh rasa takut yang begitu dalam. Fiona tahu bahwa Aksa kini terjebak dalam keputusan yang sulit—sebuah jalan yang tak bisa ia balikkan. Dan meskipun Fiona ingin berteriak, ia tahu bahwa saat ini, tidak ada kata-kata yang bisa mengubah apapun.
Di sisi lain, Clarisa yang berdiri di dekat Reagan, menatap Fiona dengan mata yang penuh dengan kebencian. "Kau pikir kami akan berhenti hanya karena kata-kata indahmu itu? Kami sudah lebih jauh dari itu, Fiona."
Fiona merasa hatinya semakin berat. Dunia yang dulu ia kenal kini terpecah menjadi dua bagian—antara mereka yang memilih bertahan hidup dengan cara mereka, dan mereka yang masih berjuang untuk keadilan. Namun, ia tahu satu hal pasti: ia tidak akan menyerah, meskipun dunia sekelilingnya sedang runtuh.
---
Satu Pilihan, Dua Takdir
Sementara itu, Ruby dan Xavier berhasil menemukan inti kendali utama dari Red Circle. Mereka berdiri di depan layar besar, memandang data yang dipenuhi dengan informasi tentang jaringan kekuasaan yang tak terhitung jumlahnya.
"Ini lebih besar dari yang kita kira," Ruby berkata, matanya melebar melihat peta yang terus berkembang di layar. "Red Circle tidak hanya mengendalikan satu negara. Mereka mengendalikan semuanya."
Xavier mengetuk layar dengan penuh tekad. "Jika kita tidak memutuskan sekarang, mereka akan menghancurkan segalanya. Kita harus menghancurkan pusat kendali ini."
Namun, Ruby tampaknya ragu. "Apakah kita siap untuk konsekuensinya? Kita tahu bahwa ini bukan sekadar memutuskan satu sistem. Ini akan menghancurkan seluruh jaringan yang telah dibangun selama bertahun-tahun."
Xavier menatap Ruby dengan mata penuh tekad. "Jika kita tidak melakukannya sekarang, tidak ada yang akan tersisa untuk diperjuangkan."
Ruby mengangguk, merasa bahwa ini adalah keputusan yang sangat berat. Namun, dalam situasi seperti ini, tidak ada lagi waktu untuk ragu. Mereka harus menghentikan Red Circle, apapun yang terjadi.
Fiona merasakan ketegangan yang semakin menghimpit. Setiap detik yang berlalu semakin memaksanya untuk membuat pilihan—pilihan yang akan menentukan nasibnya dan nasib orang-orang yang ia cintai. Di hadapannya berdiri Aksa, yang terjebak dalam permainan kekuasaan yang lebih besar dari dirinya, dan di sisi lainnya, Reagan yang seolah-olah tak pernah merasa takut akan apapun. Mereka semua berada dalam lingkaran kekerasan yang tak dapat dihindari, namun Fiona tahu bahwa tidak ada pilihan lain selain terus berjuang.
"Apakah ini yang kau inginkan, Aksa?" Fiona bertanya dengan suara yang hampir tidak terdengar. "Apakah kau benar-benar ingin menjadi bagian dari Red Circle? Ini bukan kamu."
Aksa menunduk, matanya berkaca-kaca. "Aku... Aku tidak punya pilihan, Fiona. Mereka sudah mengendalikan segalanya. Aku... aku takut."
Fiona menggenggam tangan Aksa dengan erat, mencoba memberi sedikit kekuatan. "Kau tidak perlu takut. Kita bisa keluar dari sini bersama-sama. Aku tidak akan meninggalkanmu, Aksa."
Namun, Aksa hanya terdiam, wajahnya tertunduk dalam keputusasaan. Fiona tahu, bahwa meskipun Aksa ingin kembali ke jalannya yang benar, ia terlalu terjebak dalam pengaruh Red Circle untuk bisa melihat jalan keluar.
Sementara itu, Reagan berjalan mendekat dengan langkah penuh percaya diri. "Kalian masih berharap akan ada jalan keluar. Tapi kalian tahu apa yang paling mengerikan? Kalian tidak bisa menghentikan sesuatu yang sudah berjalan terlalu jauh," ujarnya dengan nada penuh penghinaan.
Fiona menatap Reagan dengan tajam. "Kami mungkin tidak bisa menghentikan semuanya dalam satu malam, Reagan, tapi kami akan menghancurkan Red Circle. Ini belum berakhir."
Reagan tersenyum sinis. "Kau terlalu idealis, Fiona. Hidup bukan tentang harapan kosong. Hidup adalah tentang siapa yang memiliki kekuatan untuk mengendalikan dunia ini. Dan kami yang mengendalikannya."
Di samping Reagan, Clarisa mengangkat alisnya, memperhatikan percakapan tersebut dengan rasa puas. "Kalian memang bodoh. Tidak ada yang bisa mengalahkan Red Circle. Kami sudah terlalu kuat."
Fiona merasa hatinya semakin berat. "Mungkin kalian kuat sekarang, tapi kekuatan kalian tidak akan bertahan selamanya."
Tiba-tiba, sebuah suara terdengar dari belakang. "Apakah kalian yakin bisa mengalahkan kami? Karena kami selalu siap untuk menghadapi kalian."
Fiona menoleh, dan matanya melebar ketika melihat Ruby dan Xavier memasuki ruangan dengan penuh keyakinan. Mereka telah berhasil melewati semua rintangan dan tiba tepat pada waktunya.
"Ruby, Xavier!" Fiona berseru dengan penuh harapan.
Ruby menatap Reagan dan Clarisa dengan tatapan dingin. "Kami datang untuk menghentikan kalian. Ini sudah cukup. Red Circle harus dihentikan."
Xavier menatap peta yang ada di layar besar di belakang mereka. "Kalian sudah terperangkap dalam jaringan yang kalian bangun sendiri. Tidak ada jalan keluar untuk kalian."
Reagan tertawa kecil, tetapi ada sedikit ketegangan di wajahnya. "Kalian pikir kalian bisa menghancurkan Red Circle begitu saja? Itu tidak akan pernah terjadi. Tidak ada yang bisa mengalahkan kami."
Fiona merasa kehangatan baru muncul dalam dirinya. "Mungkin kami tidak bisa mengalahkan kalian dengan kekuatan yang sama, tapi ada satu hal yang kalian lupakan—kami bertarung untuk sesuatu yang lebih besar dari kekuasaan. Kami bertarung untuk kebebasan."
Xavier melangkah maju dengan tegas. "Kami akan menghancurkan setiap bagian dari sistem ini. Kami akan mengungkap kebenaran kepada dunia. Tidak ada lagi yang bisa kalian sembunyikan."
Clarisa, yang mulai merasa terpojok, menatap Fiona dengan penuh kebencian. "Kalian hanya bisa berbicara. Tapi pada akhirnya, kalian akan kalah juga."
Namun, Fiona merasa ada sesuatu yang berbeda dalam kata-kata Clarissa. Sebuah keraguan yang mulai muncul di mata Clarisa, seolah-olah ia mulai mempertanyakan keputusan yang telah ia buat. Mungkin, masih ada secercah harapan untuknya.
Tiba-tiba, sebuah ledakan besar mengguncang ruangan. Suara dentuman itu menggema di seluruh gedung, memecah keheningan yang sudah lama melanda.
"Apa itu?" Fiona terkejut, matanya mencari sumber ledakan.
Xavier segera memeriksa layar di belakang mereka, dan wajahnya berubah pucat. "Sesuatu terjadi di pusat kendali. Jika kita tidak segera bertindak, semuanya akan hancur."
Reagan mengernyitkan alisnya. "Apa yang kalian lakukan? Kalian tidak bisa begitu saja menghancurkan pusat kendali kami!"
Fiona tahu saatnya telah tiba. Mereka harus bergerak cepat jika ingin menghentikan Red Circle sebelum semuanya terlambat.
"Ruby, Xavier, kalian tahu apa yang harus dilakukan. Aksa, kamu ikut kami sekarang," Fiona berkata dengan tegas.
Aksa tampak ragu, namun Fiona memegang erat tangannya. "Aksa, ini kesempatan terakhir. Kita bisa mengubah semuanya."
Dengan langkah penuh tekad, mereka bergerak menuju pusat kendali, berjuang melawan kekuatan yang lebih besar dari yang mereka bayangkan. Setiap detik semakin penting, dan mereka tahu bahwa ini adalah keputusan yang akan mengubah nasib mereka selamanya.
---
Perjalanan yang Tak Terelakkan
Mereka bergerak cepat menuju pusat kendali, menembus lorong-lorong yang gelap dan penuh dengan jebakan. Setiap langkah terasa semakin berat, tetapi Fiona tahu bahwa mereka tidak bisa mundur. Mereka harus menghadapi apa yang ada di depan, tak peduli betapa sulitnya.
Di sepanjang perjalanan, Ruby berbisik, "Kita tidak punya banyak waktu. Setiap detik yang kita habiskan di sini semakin mendekatkan kita pada kehancuran."
Xavier mengangguk. "Jangan khawatir, Ruby. Kami sudah sampai sejauh ini. Kita akan melawan mereka sampai akhir."
Aksa, yang masih terjebak dalam keraguan, akhirnya mengangkat kepalanya. "Aku... aku akan mengikuti kalian. Aku tidak ingin lagi menjadi bagian dari Red Circle."
Fiona tersenyum tipis. "Kamu membuat keputusan yang benar, Aksa."
Dengan semangat yang semakin membara, mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju pusat kendali, mengetahui bahwa tak ada lagi jalan mundur. Setiap detik yang berlalu semakin menguatkan tekad mereka untuk menghentikan Red Circle, dan meskipun mereka tahu bahwa pertempuran ini tak akan mudah, mereka juga tahu bahwa ini adalah satu-satunya kesempatan untuk melawan kegelapan yang menguasai dunia.